BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hak merupakan unsur normatif yang
melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang
lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara
individu ataau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus
diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan
dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih
diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat
bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup
bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM
terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita
sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang
HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia
adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental
sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi.
hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan
eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati,
melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan
tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik
Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi
manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat
hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM
adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis
kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan
bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak
untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun
merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian HAM ?
2.
Bagaimana
sejarah HAM ?
3.
Bagaimana
HAM pada tataran global ?
4.
Bagaimana
HAM di Indonesia ?
5.
Bagaimana
implementasi hak asasi dan kewajiban asasi dalam sila-sila pancasila ?
6.
Bagaimana
sarana perlindungan HAM ?
7.
Bagaimana
mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM ?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui pengertian HAM
2.
Untuk
mengetahui bagaimana sejarah HAM
3.
Untuk
mengetahui bagaimana HAM pada tataran global
4.
Untuk
mengetahui bagaimana HAM di Indonesia
5.
Untuk
mengetahui bagaimana implementasi hak aazsasi dan kewajiban asasi dalam
sila-sila pancasila
6.
Untuk
mengetahui bagaimana sarana perlindungan HAM
7.
Untuk
mengetahui bagaimana mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi ialah hak-hak dasar (pokok)
yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan YME. Hak-hak itu antara lain : Hak Hidup, Hak Kebebasan dan Hak Kesamaan.
Namun untuk mencermati apa sesungguhnya hak asasi manusia? Banyak ragam pendapat
yang dikemukakan oleh para ahli, aktivis maupun pengambil kebijakan, yang
memiliki titik kesamaan dalam menjelaskan apa itu hak asasi manusia. Menurut
G.J. Wolhoff, hak asasi manusia adalah sejumlah hak yang seakan-akan berakar
dalam tabiat setiap oknum pribadi manusia justru karena kemanusiaannya, yang
tak dapat dicabut oleh siapapun juga, karena bila dicabut hilang juga
kemanusiaannya. Mr Soenarko, merumuskan hak-hak dasar ialah hak-hak manusia
yang pokok dan tak dapat dikurangi oleh siapapun juga dalam negara yang sopan.
Dari pendapat ini bisa diambil titik kesamaan bahwa hak asasi manusia itu
merupakan hak yang melekat dalam diri manusia, yang tidak bisa dikurangi atau
dicabut hak-haknya oleh siapapun.
Hak asasi manusia
memiliki prinsip-prinsip utama dan menjadikannya sebagai bagian penting dalam
kehidupan umat manusia. Ada delapan prinsip hak asasi manusia, yakni: Pertama, prinsip universalitas.
Prinsip universalitas adalah prinsip yang dimiliki dalam nilai-nilai etik dan
moral yang tersebar di seluruh wilayah di dunia, dan pemerintah termasuk
masyarakatnya harus mengakui dan menyokong hak-hak asasi manusia. Ini
menunjukkan bahwa hak-hak asasi manusia itu ada dan harus dihormati oleh
seluruh umat manusia di dunia manapun, tidak tergantung pada wilayah atau
bangsa tertentu. Ia berlaku menyeluruh sebagai kodrat lahiriah setiap manusia.
Universalitas hak-hak asasi manusia, pada kenyataannya, masih juga tidak
sepenuhnya diterima oleh negara-negara tertentu yang menolak kehadiran prinsip
universalitas. Perdebatan ini sesungguhnya muncul di saat memperbincangkan
apakah Universal Declaration of Human Rights 1948 (Deklarasi Universal
Hak-Hak Asasi Manusia, selanjutnya disingkat DUHAM 1948) itu memiliki prinsip
universal, ataukah tidak (?). Sebagaimana mantan Perdana Menteri Mahathir
Mohammad yang menyatakan bahwa, DUHAM 1948 itu sangat menganut paham kebebasan
yang bersala dari konsep barat, dimana penandatangan deklarasi tersebut hanya
seperempat negara-negara yang menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
sekarang, artinya hanya sekitar 50-an negara yang kebetulan mayoritas dari
negara-negara yang disebut ‘barat’. Ia (Mahathir), mencontohkan soal betapa
hak-hak politik dan kebebasan begitu dominan mewarnai hak-hak asasi manusia,
padahal di negara-negara miskin maupun berkembang (negara dunia ketiga),
hak-hak ekonomi sosial budaya (Hak Ekosob) menjadi hak yang sangat penting.
Bagi negara dunia ketiga, mengisi perut orang yang lapar (hak atas pangan) dan
hak pendidikan lebih penting dibandingkan soal hak pilih dalam pemilu. Begitu
juga, Perbincangan ini sebenarnya tidak perlu terjadi bilamana memahami hak-hak
asasi manusia yang universal maupun tidak, didasarkan pada kontekstualisasi
tertentu, yang bisa dipengaruhi oleh kekuasaan politik, kekuatan ekonomi, maupun
realitas sosial budaya yang melahirkan keragaman pendapat soal tersebut.
Artinya, HAM tidak menjadi universal bilamana dilihat dari perspektif tertentu,
dari sudut pandang yang berbeda.
Prinsip yang kedua,
pemartabatan terhadap manusia (human dignity). Prinsip ini menegaskan
perlunya setiap orang untuk menghormati hak orang lain, hidup damai dalam
keberagaman yang bisa menghargai satu dengan yang lainnya, serta membangun
toleransi sesama manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa pluralisme sosial,
termasuk di dalamnya keragaman budaya dan hukum-hukum lokal, menjadi identitas
peradaban tertentu yang sangat berharga dalam mengemban amanat saling menjaga
dan mendorong upaya kebersamaan untuk hidup berdampingan, khususnya manusia
sebagai sesama makhluk ciptaan Allah. Penghormatan terhadap manusia, bukanlah
sekedar pekerjaan individual manusia, tetapi juga dalam kolektiva-kolektiva
lebih luas seperti dalam kehidupan masyarakat maupun bernegara. Sehingga
kewajiban untuk menghormati manusia sebagai manusia tersebut merupakan
tanggungjawab hak-hak asasi manusia. Oleh sebabnya, dengan adanya prinsip ini
maka tidak mungkin praktek yang memperkenankan siapapun untuk melakukan
eksploitasi, memperbudak, menyiksa, ataupun bahkan membunuh hak-hak hidup
manusia. Dalam prinsip ini setiap orang harus menghargai manusia tanpa
membeda-bedakan umur, budaya, keyakinan, etnisitas, ras, gender, orientasi
seksual, bahasa, komunitas disable/berbeda kemampuan, atau kelas sosial,
sepatutnya dihormati dan dihargai.
Prinsip yang ketiga, non-diskriminasi.
Prinsip non-diskriminasi sebenarnya bagian integral dengan prinsip persamaan,
dimana menjelaskan bahwa tiada perlakuan yang membedakan dalam rangka
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak seseorang. Pembedaan, baik
berdasarkan kelas/bangsa tertentu, agama, suku, adat, keyakinan, jenis kelamin,
warna kulit dan sebagainya, adalah praktek yang justru menghambat realisasi
hak-hak asasi manusia.
Jelas dan tegas, bahwa hak-hak asasi manusia melarang adanya diskriminasi yang
merendahkan martabat atau harga diri komunitas tertentu, dan bila dilanggar
akan melahirkan pertentangan dan ketidakadilan di dalam kehidupan manusia.
Prinsip yang keempat, equality
atau persamaan. Prinsip ini bersentuhan atau sangat dekat dengan prinsip
non-diskriminasi. Konsep persamaan menegaskan pemahaman tentang penghormatan
untuk martabat yang melekat pada setiap manusia. Hal ini terjelaskan dalam
pasal 1 DUHAM 1948, sebagai prinsip hak-hak asasi manusia: “Setiap orang
dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama.” Konsekuensi
pemenuhan persamaan hak-hak juga menyangkut kebutuhan dasar seseorang tidak
boleh dikecualikan. Persamaan, merupakan hak yang dimiliki setiap orang dengan
kewajiban yang sama pula antara yang satu dengan yang lain untuk
menghormatinya. Salah satu hal penting dalam negara hukum, adalah persamaan di
muka hukum, merupakan hak untuk memperoleh keadilan dalam bentuk perlakuan
dalam proses peradilan. Prinsip yang kelima, indivisibility. Suatu hak
tidak bisa dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini
terkait dengan pandangan yang menyesatkan tentang membeda-bedakan atau
pengutamaan hak-hak tertentu dibandingkan hak-hak lain. Hak sipil dan politik,
sangat tidak mungkin dipisahkan dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya, karena
keduanya satu kesatuan, tidak bisa dilepaskan satu dengan yang lainnya. Prinsip
yang keenam, inalienability. Pemahaman prinsip atas hak yang tidak bisa
dipindahkan, tidak bisa dirampas atau dipertukarkan dengan hal tertentu, agar
hak-hak tersebut bisa dikecualikan. Misalnya, hak pilih dalam pemilu, tidak
bisa dihilangkan hanya dengan dibeli oleh orang yang mampu dan kemudian
menggantikan posisi hak pilih. Atau juga hak atas kehidupan yang layak, tidak
bisa dipertukarkan dengan perbudakan, meskipun dibayar atau diupahi. Manusia
sebagai makhluk yang memiliki hak-hak asasi tidak bisa dilepaskan dari hak-hak
tersebut.
Prinsip yang ketujuh, interdependency
(saling ketergantungan). Prinsip ini juga sangat dekat dengan prinsip indivisibility,
dimana setiap hak-hak yang dimiliki setiap orang itu tergantung dengan hak-hak
asasi manusia lainnya dalam ruang atau lingkungan manapun, di sekolah, di
pasar, di rumah sakit, di hutan, desa maupun perkotaan. Misalnya, kemiskinan,
dimana dalam situasi tidak terpenuhinya hak atas pendidikan, juga sangat
bergantung pada penyediaan hak-hak atas pangan atau bebas dari rasa kelaparan,
atau juga hak atas kesehatan yang layak, dan hak atas penghidupan dan pekerjaan
yang layak. Artinya, hak yang satu dengan yang lainnya sangat tergantung dengan
pemenuhan atau perlindungan hak lainnya.
Prinsip yang
kedelapan, responsibilitas atau pertanggungjawaban (responsibility).
Prinsip pertanggungjawaban hak-hak asasi manusia ini menegaskan bahwa perlunya
mengambil langkah atau tindakan tertentu untuk menghormati, melindungi dan
memenuhi hak-hak asasi manusia, serta menegaskan kewajiban-kewajiban paling
minimum dengan memaksimalkan sumberdaya yang ada untuk memajukannya.
Pertanggungjawaban ini menekankan peran negara, sebagai bagian dari organ
politik kekuasaan yang harus memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.
Termasuk mempertanggungjawabkan setiap langkah atau tindakan yang diambil sebagai
kebijakan tertentu dan memiliki pengaruh terhadap kelangsungan hak-hak rakyat.
Peran negara menjadi vital, bukan soal mengambil tindakan tertentu (by
commission), tetapi ia juga bisa dimintai pertanggungjawaban ketika terjadi
pelanggaran hak-hak asasi manusia, sementara negara sama sekali tidak mengambil
tindakan apapun (by omission). Unsur pertanggungjawaban (terutama
negara), adalah bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip hak-hak asasi
manusia agar bisa terwujudkan. Selain negara, aktor non-negara juga mempunyai
tanggung jawab yang sama untuk memajukan hak-hak asasi manusia, baik secara
individual maupun kolektiva sosial dalam organisasi kemasyarakatan. Secara
individu, setiap orang dituntut untuk berani melawan ketidakadilan dan
pelanggaran hak-hak asasi manusia di depan matanya, mengajarkan dan mendorong
pemahaman dan penghormatan hak-hak asasi manusia bagi sesama.
Kedelapan
prinsip-prinsip tersebut, merupakan hal yang mendasar untuk mengkaji hak-hak
asasi manusia, baik terhadap tekstualitas maupun kontekstualitasnya, dalam
pengertian untuk mempelajari sejarahnya, instrumen hukum, dan praktek
implementasinya di lapangan.
B. SEJARAH HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi adalah hak yang dimiliki
manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahiran/kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Berawal dari 2 perang
besar didunia ( PD I dan PD II) timbul keinginan untuk merumuskan hak-hak asasi
manusia dalam naskah internasional. Usaha ini pada tahun 1948 berhasil dengan
diterimanya Universal Declaration of
Human Rights (pernyataan sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia) oleh
negara-negara yang tergabung dalam PBB.
Dalam proses ini telah lahir beberapa
naskah yang secara berangsur-angsur menetapkan bahwa ada beberapa hak yang
mendasari kehidupan manusia dan karena
itu bersifat universal dan asasi. Naskah tersebut adalah :
a. Magna
Charta (piagam
Agung, 1215) dokumen yang berisi hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris
kepada para bangsawan bawahannya dan juga membatasi kekuasaan Raja John
b. Bill
of rights (Undang-Undang
Hak, 1689)
c. Declaration
des droits de I’homme et du citoyen (pernyataan hak-hak manusia dan warga negara, 1789)
d. Bill
of Rights (Undang-Undang Hak)
naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada tahun 1789
Hak-hak yang dirumuskan pada abad ke-17
dan ke-18 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam (Natural Law)
seperti yang dirumuskan oleh John Locke dan Jean Jaques Rousseau (1712-1778)
dan hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis saja seperti kesamaan
hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih dsb.
Pada abad ke-20 hak-hak politik ini
dianggap kurang sempurna, dan mulailah dicetuskan beberapa hak lain yang lebih
luas ruang lingkupnya. Yang sangat terkenal adalah empat hak yang dirumuskan
oelh Presiden Amerika Serikat, Frangklin D Roosevelt yang dikenal dengan
istilah The Four Freedoms (Empat
Kebebasan), yaitu :
a. Kebebaan untuk berbicara dan menyatakan
pendapat (freedom of speech)
b. Kebebasan beragama (freedom of religion)
c.
Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear)
d.
Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want)
Sejalan dengan
pemikiran itu, maka Komisi Hak-Hak Asasi Manusia (Commission on Human Rights) yang pada tahun 1946 didirikan oleh
PBB, menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, disamping
hak-hak politik. Pada tahun 1948 hasil pekerjaan komisi ini, pernyataan sedunia
tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights), diterima secara aklamasi oleh negara-negara
yang tergabung dalam PBB.
Macam-Macam HAM
Dari ketiga hak
dasar diatas berkembang menjadi :
a.
Hak asasi pribadi (personal right) = yang meliputi
kebebasan menyatakan pendapat, memeluk agama, menyatakan pikiran dan kebebasan
bergerak
b.
Hak asasi ekonomi (economical right) = yaitu hak untuk
memiliki sesuatu, membeli, mensual, dan memanfaatkannya
c.
Hak asasi untuk memperoleh pengakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (legal of equality
right) yaitu hak yang sama dikenakan sanksi/hukuman dan duduk dalam
pemerintahan negara.
d.
Hak asasi social dan budaya (social and culture right)
yaitu hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan pendidikan dan kebudayaan.
e.
Hak asasi politik (political right) yaitu hak untuk
ikutserta dalam politik, haku untuk dipilih dan memilih dalam pemilu, hak masuk
dan ikut dalam parpol, mendirikan dan mengembangkan parpol
f.
Hak asasi untuk memperoleh perlakuan dan tata cara peradilan dan perlindungan yang adil dan
sama, misalnya dalam penangkapan, pemeriksaan, penyidikan, pembelaan,
penggeledahan, dan peradilan
C. HAK ASASI MANUSIA PADA TATARAN GLOBAL
Sebelum konsep
HAM diratifikasi PBB terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM, yaitu:
a. HAM menurut konsep Negara-negara Barat:
1)
ingin meninggalkan konsep negara yang mutlak;
2)
ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, negara
sebagai koordinator dan pengawas;
3)
filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu
manusia: serta
4)
hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan negara.
b. HAM menurut konsep Sosialis:
1)
hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam
masyarakat;
2)
hak asasi manusia tidak ada sebelum negara ada; serta
3)
negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi
menghendaki.
c. HAM menurut
konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika:
1)tidak boleh
bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya;
2)masyarakat sebagai
keluarga besar, artinya penghormatan utama terhadap kepala keluarga; serta
3)individu tunduk
kepada adat yang menyangkut tugas dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.
d. HAM menurut konsep PBB:
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang
dipimpin oleh Elenor Roosevelt (10 Desember 1948) dan secara resmi disebut “Universal
Declaration of Human Rights”. Di dalamnya menjelaskan tentang hak-hak
sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang dinikmati manusia di dunia
yang mendorong perhargaan terhadap hak-hak asasi manusia. Sejak tahun 1957
konsep HAM tersebut dilengkapi dengan tiga perjanjian, yaitu 1) Hak ekonomi
sosial dan budaya; 2) Perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik;
serta 3) Protokol opsional bagi perjanjian hak sipil dan politik internasional.
Pada Sidang Umum PBB tanggal 16 Desember 1966 ketiga dokumen tersebut diterima
dan diratifikasi.
Universal Declaration af Human Rights menyatakan bahwa
setiap orang mempunyai:
·
hak
untuk hidup;
·
kemerdekaan dan keamanan badan;
·
hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum;
·
hak
untuk memperoleh perlakuan yang sama
dengan orang lain menurut hukum;
·
hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana,
seperti diperiksa di muka umum dan dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang
sah;
·
hak
untuk masuk dan keluar wilayah suatu negara;
·
hak untuk mendapat hak milik atas benda;
·
hak untuk bebas untuk mengutarakan pikiran dan perasaan;
·
hak untuk bebas memeluk agama, serta mempunyai dan
mengeluarkan pendapat;
· hak untuk berapat
dan berkumpul;
· hak untuk
mendapatkan jaminan sosial;
· hak untuk
mendapatkan pekerjaan;
· hak untuk
berdagang;
· hak untuk mendapatkan
pendidikan;
· hak untuk turut
serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat; serta
·
hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam
kemajuan keilmuan.
D. HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Sejalan dengan
amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM
harus didasarkan pada prinsip bahma hak-hak sipil, politik, ekonomi,
sosial
budaya. dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda: 2005). Sesuai dengan Pasal l
(3), Pasal 55, dan 56 Piagam PBB
upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip
saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antarnegara serta hukum internasional yang berlaku.
HAM di Indonesia di dasarkan pada
Konstitusi NKRI, yaitu Pembukaan UUD 1945 (aline I), Pancasila sila ke-4,
Batang Tubuh UUD 1945 (Pasal 27, 29, dan 30), UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU
No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. HAM di Indonesia menjamin hak untuk hidup,
hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak
memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas
kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
Program penegakkan hukum dan HAM (PP
No. 7 tahun 2005) meliputi pemberantasan korupsi, antiterorisme, serta
pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu,
penegakkan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan
konsisten. Kegiatan-kegiatan pokok penegakkan hukum dan HAM meliputi hal-hal
berikut.
a. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui
pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009.
b. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009
sebagai gerakan nasional.
c. Peningkatan penegakkan hukum terhadap pemberantasan tindak
pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.
d. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi
hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya mencegah serta memberantas
korupsi.
e. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi
hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
f. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap
warga negara di depan hukum melalui keteladanan
kepala negara beserta pimpinan lainnya untuk
mematuhi/menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten
serta konsekuen.
g. Penyelenggaraan audit reguler atas seluruh kekayaan pejabat
pemerintah dan pejabat Negara.
h. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam
rangka mewujudkan proses hukum yang lebih
sederhana, cepat, dan tepat, serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat.
i. Peningkatan betbagai kegiatan operasional penegakan hukum
dan hak asasi manusia dalam rangka rnenyelenggarakan
ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat bcrjalan sewajarnya.
j. Pmbenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin
akses publik, serta pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan accountable.
k. Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang
transparan.
l. Penyelamatan barang bukit accountability kinerja
berupa dokumen/arsip lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung
penegakkan hukum dan HAM.
m. Peningkatan koordinasi dan kerja sama
yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan HAM.
n. Pembaruan materi hukum yang terkait
dengan pemberantasan korupsi.
o. Peningkatan pengawasan terhadap lalu
lintas orang yang melakukan perjalanan, baik
ke luar maupun masuk ke wilayah Indonesia.
p. Peningkatan fungsi intelejen agar
aktivitas terorisme dapat dicegah pada tahap yang sangat dini, serta
meningkatkan berbagai operasi keamanan dan ketertiban.
q.
Peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap
penyalahgunaan narkotika/obat berbahaya melalui identifikasi
serta memutus jaringan peredarannya. meningkatkan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan menghukum para pengedarnya secara maksimal.
HAK ASASI DALAM UUD
1945
a. Dalam Pembukaan UUD 1945
1.
alinea 1 : Kebebasan
untuk merdeka
2.
alinea 2 : Negara
yang adil
3.
alinea 3 : Menyatakan
kemerdekaan
4.
alinea 4 : Menunjukkan pengakuan dan perlindungan terhadap
hak asasi (dalam bidang politik,
hukum, sosial budaya dan ekonomi)
b.
Penjabaran Hak-Hak Asasi
Manusia Dalam UUD 1945
Hak-hak asasi manusia
sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan filosofis tentang manusia
yang melatarbelakanginya. Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah tersusun
alas jiwa dan raga, kedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan dan Makhluk pribadi,
adapun sifat kodratnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam
pengertian inilah maka hak-hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan
hakikat kodrat manusia tersebut, Konsekuensinya dalam realisasinya maka hak
asasi manusia memiliki hubungan yang koralatif dengan wajib asasi manusia
karena sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial.
Dalam rentang
berdirinya bangsa dan negara Indonesia dalam kenyataannya secara resmi
deklarasi. Bangsa Indonesia telah lebih dulu dirumuskan dari Deklarasi
Universal Hak-hak, asasi Manusia PBB. karena Pembukaan UUD 1945 dan
pasal-pasalnya diundangkan tanggal 18 Agustus 1945, adapun Deklarasi PBB pada
tahun 1948. Hal ini merupakan fakta pada dunia bahwa bangsa bangsa Indonesia
sebelum tercapainya pernyataan hak-hak asasi manusia sedunia PBB. Telah
mengangkat hak-hak asasi manusia dan melindunginya dalam kehidupan negara yang
tertuang dalam UUD 1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh para petinggi
negara misalnya pernyataan Moh. Hatta dalam sidang BPUPKI sebagai berikut :
“Walaupun yang dibentuk itu negara
kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak dari negara agar
jangan sampai timbul negara kekuasaan (Machtsstaal atau negara penindas) (Yamin
1959 : 287-289).
Deklarasi bangsa
Indonesia pada prinsipnya termuat dalam naskah Pembukaan UUD 1945, dan
Pembukaan UUD 1945 inilah yang merupakan sumber nomiatif bagi hukum positif
Indonesia terutama penjabaran dalam pasal-pasal UUD 1945.
Dalam Pembukaan UUD
1945 alinea I dinyatakan bahwa :
“Kemerdekaan adalah hak setiap bangsa”. Dalam pernyataan terkandung pengakuan
secara yuridis hak asasi manusia tentang kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam
: deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB Pasal. 1. Dasar filosofis hak
asasi manusia tersebut bukanlah kebebasan individualis, melainkan menempatkan
manusia dalam hubungannya dengan bangsa (makhluk sosial). Sehingga, hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan
kewajiban asasi manusia. Kata-kata berikutnya pada alinea III Pembukaan UUD
1945 adalah sebagai berikut :
“Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”.
Pernyataan tentang
“atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa..” mengandung arti bahwa dalam
deklarasi bangsa Indonesia terkandung pengakuan manusia yang berketuhanan Yang
Maha Esa, dan diteruskan dengan kata “...supaya berkehidupan yang kebangsaan
bebas...”, maka pengertian bangsa, maka negara Indonesia mengakui hak-hak asasi
manusia untuk memeluk agama sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia PBB Pasal 18 dan dalam pasal UUD 1945 dijabarkan dalam
Pasal 29 terutama ayat (2).
Melalui pembukaan UUD
1945 dinyatakan dalam alinea IV bahwa negara Indonesia sebagai suatu
persekutuan bersama bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam
kaitannya dengan perlindungan hak-hak asasinya. Adapun tujuan negara tersebut
adalah sebagai berikut :
“... Pemerintahan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan
bangsa....”
Tujuan negara
Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal tersebut mengandung
konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh warganya dengan
suatu undang-undang terutama untuk melindungi hak-hak asasinya demi
kesejahteraan hidup bersama. Demikian pula negara Indonesia juga memiliki ciri,
tujuan negara, hukum material, dalam rumusan tujuan negara “...Memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan pada
tujuan negara sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, negara
Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia para warganya terutama
dalam kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun rokhaniah,
antara lain berkaitan dengan hak-hak asasi bidang politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, Pendidikan, dan agama. Rincian hak-hak asasi manusia dalam
pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut:
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28-A
Setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28-B
(3) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(4) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Pasal 28-C
(3)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan dan demi kesejahteraan umat
manusia.
(4) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya
dalam memperjuangkan secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negaranya.
Pasal 28-D
(5) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan
perlindungan dan kepastian hukum, yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.
(6) Setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(7) Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(8) Setiap orang berhak atas status
kewarganegaraan.
Pasal 28-E
(4) Setiap orang bebas memeluk Agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tingal di wilayah negara dan meningalkannya
serta berhak kembali.
(5) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
(6) Setiap orang berhak, atas kebebasan
berserikat, Berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28-F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28-G
(3) Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah
kekuasaannva, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak, berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(4) Setiap orang berhak untuk, bebas dan penyiksaan
atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28-H
(5)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dari sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
(6) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.
(7) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(8) Setiap orang berhak mempunyai milik pribadi dan
hak milik tersebut tidak diambil alih secara sewenang-wenang oleh
Pasal 28-I
(6) Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran, dan hati nurani,
hak beragama, hak izin untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
di hadapan hukum,. dan hak untuk tidak di tuntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah, hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.
(7) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan
bersifat diskriminatif dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindugan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(8) Identitas budaya dan hak masyarakat,
tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(9) Perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah.
(10)Untuk
menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum
yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28-J
(3) Setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
(4) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
maksud semata-mata untuk menjamin perlakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.
Dalam perjalanan sejarah kenegaraan
Indonesia pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia di
Indonesia mengalami kemajuan. Antara
lain sejak kekuasaan Rezim Soeharto telah dibentuk KOMNAS HAM, walaupun
pelaksanaannya belum optimal.
Dalam proses reformasi dewasa ini
terutama akan perlindungan hak-hak asasi manusia semakin kuat bahkan merupakan
tema sentral. Oleh karena itu jaminan hak-hak asasi manusia sebagaimana
terkandung dalam UUD 1945, menjadi semakin efektif terutama dengan
diwujudkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999, tentang Hak
Asasi manusia. dalam Konsiderans dan Ketentuan Umum Pasal I dijelaskan, bahwa
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaban manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan
anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Selain hak asasi juga dalam LJU No. 39 tahun 1999,
terkandung kewajiban dasar manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila
tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi
manusia. UU No. 39 tahun 1999 tersebut terdiri atas 105 pasal yang meliputi
macam Hukum asasi, perlindungan hak asasi, pembatasan terhadap kewenangan
pemerintah serta KOMNAS HAM yang merupakan lembaga pelaksana atas perlindungan
hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi tersebut meliputi, hak untuk hidup, hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh
keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas
kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
Demi tegaknya asasi setiap orang maka
diatur pula kewajiban dasar manusia, antara lain kewajiban untuk menghormati
hak asasi orang lain, dan konsekuensinya setiap orang harus tunduk kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu juga diatur kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan serta
memajukan hak-hak asasi manusia tersebut yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan hukum
internasional yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
Dengan diundangkannya UU No. 39 tahun
1999 tentang hak-hak asasi manusia tersebut bangsa Indonesia telah masuk pada
era baru terutama dalam menegakkan masyarakat yang demokratis yang melindungi
hak-hak asasi manusia. Namun demikian sering dalam pelaksanaannya mengalami
kendala yaitu dimana antara penegakkan hukum dengan kebebasan sehingga kalau
tidak konsisten maka akan merugikan bangsa Indonesia sendiri.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil
amandemen 2002, telah memberikan jaminan secara eksplisit tentang hak-hak asasi
manusia yang tertuang dalam Bab XA, pasal 28A sampai dengan pasal 28J. Jikalau,
dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum dilakukan amandemen,
ketentuan yang mengatur tentang jaminan hak-hak asasi manusia dalam
Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen 2002 dikembangkan dan ditambah
pasalnya dan lebih rinci. Rincian tersebut antara lain misalnya tentang hak-hak
sosial dijamin dalam Pasal 29-B ayat (1), (2), Pasal 28-C ayat (2), Pasal 28-H
ayut (3), hak ekonomi diatur dalam Pasal 28 ayat (2), hak politik diatur dalam
Pasal 28-D ayat (3), Pasal 28-E ayat (3), hak budaya pada Pasal 28-1 ayat (3),
hak perlindungan hukum yang sama pada Pasal 28-G ayat (1), hak memeluk,
meyakini dan beribadah menurut agama yang dianutnya, serta hak memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi dan berkomunikasi melalui
berbagai saluran yang ada.
Konsekuensi pengaturan atas jaminan
hak-hak asasi manusia tersebut harus diikuti dengan pelaksanaan, serta jaminan
hukum yang memadai. Untuk ketentuan yang lebih rinci atas pelaksanaan dan
penegakan hak-hak asasi tersebut, diatur dalam Undang-undang No. 9 tahun 1999.
Satu kasus yang cukup penting, bagi bangsa Indonesia dalam menegakkan hak-hak
asasi, adalah dengan dilaksanakannya Pengadilan Ad Hocc, atas pelanggar hak-hak
asasi manusia di Jakarta, atas pelanggaran di Timur-Timur. Hal ini menunjukkan
kepada masyarakat Internasional, bahwa bangsa Indonesia memiliki komitmen atas
penegakan hak-hak asasi manusia. Memang pelaksanaan Pengadilan Ad Hoc atas
pelanggaran hak-hak asasi manusia di Timur-Timur tersebut penuh dengan
kepentingan-kepentingan politik. Di satu pihak pelaksanaan pengadilan Ad Hoc
tersebut atas desakan PBB, yang taruhannya adalah nasib dan kredibilitas bangsa
Indonesia di mata intemasional, di pihak lain perbenturan kepentingan antara
penegakan hak-hak asasi dengan kepentingan nasional serta rasa nasionalisme
sebagai bangsa Indonesia. Dalam kenyataannya mereka-mereka yang dituduh
melanggar HAM berat di Tiinur-Timur pada hakikatnya berjuang demi kepentingan
bangsa dan negara.
Terlepas dari berbagai macam kelebihan
dan kekuranggannya, bagi suatu kemajuan yang sangat berarti, karena bangsa
Indonesia memiliki komitmen yang tinggi atas jaminan serta penegakan hak-hak
asasi manusia.
E. IMPLEMENTASI HAK ASASI DAN KEWAJIBAN ASASI
DALAM SILA-SILA PANCASILA
a. Sila Pertama
Hak
Asasi
|
Kewajiban
Asasi
|
= Hak memilih dan mengakui agama dan
kepercayaan kepada Tuhan YME
|
= Melaksanakan
perintah dan larangan Tuhan YME menurut agama dan kepercayaan masing-masing
|
b. Sila Kedua
Hak Asasi
|
Kewajiban
Asasi
|
=
Manusia sebagai mahluk individu, memiliki hak asasi yang dapat dinikmati dan
dipertahankan terhadap godaan dari segala arah
|
= Saling membantu, saling menolong dan bekerjasama
dengan sesama manusia
|
c. Sila Ketiga
Hak Asasi
|
Kewajiban
Asasi
|
=
Persatuan Indonesia, artinya sikap mengutamakan kepentingan bangsa di atas
kepentingan suku, golongan, partai dll. Berarti persatuan antar suku,
golongan, partai itu memiliki kedudukan dan kesempatan yang sama di
Indonesia, dalam arti adanya keseimbangan dengan tidak mengutamakan yang satu
dan mengabaikan yang lainnya.
|
=
Mengutamakan kepentingan umum atau bersama daripada kepentingan golongan,
suku, agama, kelompok atau kepentingan pribadi
|
d. Sila Keempat
Hak Asasi
|
Kewajiban
Asasi
|
= Negara RI
dibentuk dari, oleh, dan untuk rakyat
|
= Patuh dan taat
kepada rambu-rambu hukum dalam
kehidupan demokrasi
|
e. Sila Kelima
Hak Asasi
|
Kewajiban
Asasi
|
=
Keadilan Sosial barujud hendak melaksanakan kesejahteraan umum bagi seluruh
anggota masyarakat, yaitu keadilan yang memberi perimbangan dimana hak milik
berfungsi sosial
|
=
Melakukan kontrol sosial kepada para pembimbing negara baik yang formal
maupun non formal demi kepentingan bersama
|
Kewajiban
Asasi Manusia
Kewajiban adalah keharusan moral untuk
mengerjakan atau meninggalkan suatu pekerjaan. Sedangkan Perbedaan Kewajiban
1. Kewajiban Perintah (Affirmatif) : yaitu menuntut dilaksanakannya suatu perbuatan
2. Kewajiban larangan (Negatif) : menuntut ditinggalkannya perbuatan/tindakan.
Kewajiban dalam Pasal-Pasal UUD 1945
1. Wajib membayar pajak (23)
2. Wajib menghormati orang lain yang
berbeda agama, toleransi dan kerukunan beragama (29)
3. Wajib menghormati orang lain
4. Wajib bela negara, jika saatnya
diperlukan secara fisik dan mental
ideologik (30)
F. SARANA PERLINDUNGAN
HAK ASASI MANUSIA
Salah satu pemahaman
(dari banyak varian konsep) terhadap penyejahteraan warga negaranya dalam
konsep tanggung jawab negara adalah upaya perlindungan hukum bagi warganya
sendiri. Artinya, hukum sebagai sarana dan sistem perlindungan bagi rakyat yang
efektif, terutama dari berbagai upaya pemaksaan kehendak atau bentuk kekerasan
yang dilakukan oleh organ/struktur yang berkuasa. Pendekatan sistem dalam
bidang hukum, sebagaimana dikatakan oleh Victor M. Tschchikvadse dan Samuel L.
Zivs, “It is the system approach that makes it possible to visualize more
clearly the whole of law as a complex series or relationship between branches
of law and legal institutions. The system approach helps to reveal the special
quality of law, considered as a whole in comparison with one of its branches or
with a simple aggregate of branches. The system approach also makes it possible
to reveal more clearly such important features of law as a unity and
differentiation, the interaction and interrelation of the separate parts of
elements.”30 Ini berarti, pendekatan sistem dalam bidang hukum
memperhatikan pula bagaimana organ/struktur negara yang memiliki
lembaga-lembaga (pembentuk, penegak) hukum bekerja untuk melindungi dan
memenuhi hak-hak dalam ruang kehidupan warga negaranya.
Penelusuruan terhadap
pengakuan hak-hak asasi manusia dalam konstitusi akan menjadi tema penting
dilihat sebagai bagian dari kajian sistem ketatanegaraan yang ada. Karena
pengalaman bangsa Indonesia yang berulang kali mengalami pergantian dan
perubahan UUD, dan pergantian UUD dalam suatu negara, berarti peralihan dari
tertib ketatanegaraan yang lama ke tertib ketatanegaraan yang baru, yang
tentunya (atau seharusnya) menuju ke arah yang lebih sempurna dibandingkan
sebelumnya. Dan ini pulalah yang menjelaskan situasi pendekatan hukumnya
pemerintah dalam hak asasi manusia.
Membicarakan
pendekatan hukum, sebagai sarana perlindungan hukum bagi rakyat, adalah
pendapat Hadjon, yang menyatakan “tindak pemerintahan” sebagai titik sentral,
dibedakan dua macam perlindungan hukum bagi rakyat: perlindungan hukum yang
preventif dan perlindungan yang represif. Pada perlindungan hukum yang
preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak)
atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
definitif, yang sifatnya mencegah sengketa. Adanya perlindungan hukum yang
preventif tentunya akan mendorong pemerintah untuk bersikap lebih berhati-hati
dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.31 Sedangkan untuk
perlindungan hukum yang represif adalah berdasarkan penyelesaian suatu
sengketa, dimana terdapat keragaman dalam berbagai sistem hukum di dunia ini.
Misalnya, negara-negara dengan “civil law system” mengakui adanya dua set
pengadilan, yaitu pengadilan umum (biasa) dan pengadilan administrasi;
sedangkan negara-negara dengan “common law system”, hanya mengenal satu set
pengadilan, yaitu “ordinary court”. Di samping kedua sistem tersebut,
negara-negara Skandinavia telah mengembangkan sendiri suatu lembaga perlindungan
hukum bagi rakyat yang dikenal dengan nama “Ombudsman”.32
Dalam konteks hak-hak
asasi manusia, khususnya yang diberlakukan dalam sistem hukum di Indonesia,
kita mengenal adanya lembaga-lembaga yang menjadi sarana perlindungan hak-hak
masyarakat. Lembaga-lembaga yang memiliki kewajiban dalam memberikan sarana
perlindungan hukum bisa dilakukan oleh lembaga peradilan (judicial system)
dan lembaga non-peradilan (non-judicial system).
Lembaga peradilan yang
menangani persoalan hak-hak asasi manusia, khususnya terhadap pelanggaran HAM
berat dilakukan oleh Pengadilan HAM. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus
yang berada di lingkungan peradilan umum, dan khusus hanya menangani persoalan
pelanggaran HAM berat (kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan).33
Sedangkan persoalan hak-hak asasi manusia lainnya, di luar pelanggaran HAM
berat, dikategorikan sebagai tindak kriminal maka akan diselesaikan melalui
proses peradilan umum. Dalam perspektif perlindungan publik atas kebijakan atau
keputusan administratif pemerintah, maka perlindungan hak asasi manusia bisa
diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Ketiga lembaga peradilan
tersebut merupakan sarana perlindungan hak-hak asasi manusia yang dikenal dalam
konteks sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Sedangkan lembaga
non-peradilan yang dibentuk pemerintah untuk melakukan upaya perlindungan dan
pemenuhan hak-hak asasi manusia, antara lain Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan),
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), dan Komisi Ombudsman Nasional.
Kelembagaan non-peradilan yang juga terkait langsung dengan upaya perlindungan
hak asasi manusia secara koordinatif membangun komunikasinya dengan lembaga
atau departemen pemerintah lainnya, termasuk institusi kepolisian dan TNI.
Meskipun demikian,
pandangan terhadap sarana-sarana perlindungan hak asasi manusia tidak bisa
dikerdilkan hanya pada lembaga peradilan dan lembaga non-peradilan yang
disebutkan di atas, tetapi haruslah lintas departemen, dan menjadi tanggung
jawab seluruh jajaran pemerintahan mulai dari Presiden hingga unit pemerintahan
terkecil di bawah tanpa terkecuali. Bahkan bilamana diperlukan sarana-sarana
tersebut membuka terhadap kerjasama internasional untuk mendukung upaya
perlindungan hak-hak asasi manusia, sehingga permasalahan pelanggaran HAM akan
dapat tercegah dan diselesaikan secara komprehensif, koordinatif dan strategis.
Sehingga tidak dimungkinkan lagi adanya sektoralisme penyelesaian masalah-masalah
penegakan hak asasi manusia.
G. MEKANISME PENYELESAIAN
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
Setiap permasalahan
semestinya harus ada mekanisme penyelesaian yang disiapkan sebagai satu
kebijakan. Demikian pula halnya dengan masalah pelanggaran HAM. Setiap orang
dan atau kelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak azasinya telah
dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada
Komnas HAM.
Pengaduan hanya akan
mendapat pelayanan apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan
keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan. Dalam hal
pengaduan dilakukan oleh pihak lain, maka pengaduan harus disertai dengan
persetujuan dari pihak yang hak asazinyna dilanggar sebagai korban, kecuali
untuk pelanggaran HAM tertetu berdasarkan kepentingan Komnas HAM. Pemeriksaan
atas pengaduan kepada Komnas HAM tidak dilakukan atau dihentikan apabila :
1. Tidak
memiliki bukti awal yang memadai
2.
Materi pengaduan bukan masalah pelanggaran HAM
3.
Pengajuan diadukan dengan itikad buruk atau ternyata tidak
ada kesungguhan dari pengadu.
4.
Terdapat upaya hokum lebih efektif bagi penyelesaian materi
pengaduan
5.
Sedang berlansung penyelesaian melalui upaya hokum yang
tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan pelanggaran HAM dilakukan
secara tertutup, kecuali ditentukan lain oleh Komnas HAM. Pihak pengadu,
korban, saksi dan atau pihak lainnya yang terkait wajib memenuhi
permintaan/panggilan Komnas HAM. Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang
atau menolak memberikan keterangan, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua
Pengadilan untuk memenuhi panggilan secara paksa sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Komnas HAM berfungsi mediasi yang bertugas
dan berwenang melakukan :
1.
Perdamaian
kedua belah pihak
2.
Penyelesaian
melalui cara konsultasi
3.
Pemberian
saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan
4.
Penyampaian
rekomendasi pelanggaran HAM kepada Pemerintah atau DPR untuk ditindaklanjuti.
Sedangkan untuk pengadilan pelanggaran
HAM yang berat dibentuk pengadilan HAM di lingkungan peradilan Umum.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki
oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar
HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah
melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan
dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM
baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan
suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana
terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Tuntutan untuk menegakkan HAM kini
sudah sedemikian kuat, baik dari dalam negeri maupun melalui tekanan dari dunia
internasional, namun masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu
perlu adanya dukungan dari semua pihak, seperti masyarakat, politisi,
akademisi, tokoh masyarakat, dan pers, agar upaya penegakan HAM bergerak ke
arah positif sesuai harapan kita bersama.
Penghormatan dan penegakan terhadap HAM
merupakan suatu keharusan dan tidak perlu ada tekanan dari pihak mana pun untuk
melaksanakannya. Pembangunan bangsa dan negara pada dasarnya juga ditujukan
untuk memenuhi hak-hak asasi warga negaranya. Diperlukan niat dan kemauan yang
serius dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan para elite politik agar
penegakan HAM berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan memastikan
bahwa hak asasi warga negaranya dapat terwujud dan terpenuhi dengan baik. Dan
sudah menjadi kewajiban bersama segenap komponen bangsa untuk mencegah agar
pelanggaran HAM di masa lalu tidak terulang kembali di masa kini dan masa yang
akan datang
B.
SARAN
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu
mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga
harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak
oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu
menyesuaikan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain. Dan kita juga
harus membantu negara dalam mencari upaya untuk mengatasi atau menanggulangi
adanya pelanggaran-pelanggaran HAM yang ada di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan Negara, Pen.
Departemen Penerangan R.I., Jakarta, 1962.
R.H. Purnomo. Pengimplementasian UUD’45, Pen,
Seko ABRI, Bandung. 1982.
CST. Kansil, Pancasila dan UUD'45 (I, II, III) Pen.
Paramitha Pradnya. Jakarta, 1973.
-----------------Sistem Pemerintahan Indonesia.
Pen. Bursa Buku FH-UI. Jakarta. 1973.
JCT. Simorangkir. Tentang dan Sekitar UUD’45,
Pen, Jambatan, Jakarta, 1970.
S. Gunawan. Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Idiologi
Pancasila. Pen. Kanisius. Yogyakarta. 1993.
M. Hutauruk. Hak-hak dan Kewajiban Warga Negara.
Pen. Erlangga. Jakarta. 1968.
Dra. Elly M. Setiadi, M.Si. Panduan Kuliah Pendidikan
Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Pen. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
2005.
Drs. Kaelan, M.Si. Pendidikan Pancasila. Pen.
Pradnya Paramitha. Yogyakarta. 2003.
Drs. Kaelan, M.Si. Kajian tentang UUD’ Negara R.I.
(hasil Amandemen disahkan tanggal 16 Agustus 2002) (Anallsis Filosofis &
Yuridis). Pen. Pradnya Paramitha. Yogyakarta. 2002.
Tim Dosen Pancasila Unhas.Pendidikan Pancasila Perguruan
Tinggi. Universitas Hasanuddin,Makassar,2003
Tim Dosen Pancasila Unhas.Pendidikan Pancasila Bunga
Rampai .STIMIK DIPANEGARA ,Makassar,2004
Azra, azyumardi. 2003. Demokrasi
Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani, Jakarta : Prenada Media
Indonesia. UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media.
Malian, S. dan S. Marjuki ( editor ). 2003. Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak
Asasi Manusia. UII Press:
Yogyakarta.
Mansoer, Hamdan (Pnyt). 2002. Kapita Selekta Pendidikan
Kewarganegaraan
Bagian I.Jakarta : Depdiknas.
Pasha, Mustafa Kamal. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta Citra Karsa Mandiri.
Soegito, A T. 2005. Hak dan Kewajiban Warga Negara (makalah
suscados PKn desember 2005 di Jakarta). Jakarta : Dikti
Soemarsono, S. Dan H. Mansyur. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Soemiarno, S. 2005. Hak Asasi Manusia. Makalah yang
disampaikan dalam kursus calon dosen Kewarganegaraan angkata I, 12-23 Desember
2005. Dirjen Dikti Depdiknas, Jakarta.
Syarbani, Syahrial. 2002. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi
Edisi Revisi, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar