Minggu, 31 Maret 2019

HAM Delima 21317514


BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu ataau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa pengertian HAM ?
2.    Bagaimana sejarah HAM ?
3.    Bagaimana HAM pada tataran global ?
4.    Bagaimana HAM di Indonesia ?
5.    Bagaimana implementasi hak asasi dan kewajiban asasi dalam sila-sila pancasila ?
6.    Bagaimana sarana perlindungan HAM ?
7.    Bagaimana mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM ?

C.     TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui pengertian HAM
2.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah HAM
3.    Untuk mengetahui bagaimana HAM pada tataran global
4.    Untuk mengetahui bagaimana HAM di Indonesia
5.    Untuk mengetahui bagaimana implementasi hak aazsasi dan kewajiban asasi dalam sila-sila pancasila
6.    Untuk mengetahui bagaimana sarana perlindungan HAM
7.    Untuk mengetahui bagaimana mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM



BAB II
PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi ialah hak-hak dasar (pokok) yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan YME. Hak-hak itu antara lain : Hak Hidup, Hak Kebebasan dan Hak Kesamaan. Namun untuk mencermati apa sesungguhnya hak asasi manusia? Banyak ragam pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, aktivis maupun pengambil kebijakan, yang memiliki titik kesamaan dalam menjelaskan apa itu hak asasi manusia. Menurut G.J. Wolhoff, hak asasi manusia adalah sejumlah hak yang seakan-akan berakar dalam tabiat setiap oknum pribadi manusia justru karena kemanusiaannya, yang tak dapat dicabut oleh siapapun juga, karena bila dicabut hilang juga kemanusiaannya. Mr Soenarko, merumuskan hak-hak dasar ialah hak-hak manusia yang pokok dan tak dapat dikurangi oleh siapapun juga dalam negara yang sopan. Dari pendapat ini bisa diambil titik kesamaan bahwa hak asasi manusia itu merupakan hak yang melekat dalam diri manusia, yang tidak bisa dikurangi atau dicabut hak-haknya oleh siapapun.

Hak asasi manusia memiliki prinsip-prinsip utama dan menjadikannya sebagai bagian penting dalam kehidupan umat manusia. Ada delapan prinsip hak asasi manusia,  yakni: Pertama, prinsip universalitas. Prinsip universalitas adalah prinsip yang dimiliki dalam nilai-nilai etik dan moral yang tersebar di seluruh wilayah di dunia, dan pemerintah termasuk masyarakatnya harus mengakui dan menyokong hak-hak asasi manusia. Ini menunjukkan bahwa hak-hak asasi manusia itu ada dan harus dihormati oleh seluruh umat manusia di dunia manapun, tidak tergantung pada wilayah atau bangsa tertentu. Ia berlaku menyeluruh sebagai kodrat lahiriah setiap manusia. Universalitas hak-hak asasi manusia, pada kenyataannya, masih juga tidak sepenuhnya diterima oleh negara-negara tertentu yang menolak kehadiran prinsip universalitas. Perdebatan ini sesungguhnya muncul di saat memperbincangkan apakah Universal Declaration of Human Rights 1948 (Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, selanjutnya disingkat DUHAM 1948) itu memiliki prinsip universal, ataukah tidak (?). Sebagaimana mantan Perdana Menteri Mahathir Mohammad yang menyatakan bahwa, DUHAM 1948 itu sangat menganut paham kebebasan yang bersala dari konsep barat, dimana penandatangan deklarasi tersebut hanya seperempat negara-negara yang menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sekarang, artinya hanya sekitar 50-an negara yang kebetulan mayoritas dari negara-negara yang disebut ‘barat’. Ia (Mahathir), mencontohkan soal betapa hak-hak politik dan kebebasan begitu dominan mewarnai hak-hak asasi manusia, padahal di negara-negara miskin maupun berkembang (negara dunia ketiga), hak-hak ekonomi sosial budaya (Hak Ekosob) menjadi hak yang sangat penting. Bagi negara dunia ketiga, mengisi perut orang yang lapar (hak atas pangan) dan hak pendidikan lebih penting dibandingkan soal hak pilih dalam pemilu. Begitu juga, Perbincangan ini sebenarnya tidak perlu terjadi bilamana memahami hak-hak asasi manusia yang universal maupun tidak, didasarkan pada kontekstualisasi tertentu, yang bisa dipengaruhi oleh kekuasaan politik, kekuatan ekonomi, maupun realitas sosial budaya yang melahirkan keragaman pendapat soal tersebut. Artinya, HAM tidak menjadi universal bilamana dilihat dari perspektif tertentu, dari sudut pandang yang berbeda.

Prinsip yang kedua, pemartabatan terhadap manusia (human dignity). Prinsip ini menegaskan perlunya setiap orang untuk menghormati hak orang lain, hidup damai dalam keberagaman yang bisa menghargai satu dengan yang lainnya, serta membangun toleransi sesama manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa pluralisme sosial, termasuk di dalamnya keragaman budaya dan hukum-hukum lokal, menjadi identitas peradaban tertentu yang sangat berharga dalam mengemban amanat saling menjaga dan mendorong upaya kebersamaan untuk hidup berdampingan, khususnya manusia sebagai sesama makhluk ciptaan Allah. Penghormatan terhadap manusia, bukanlah sekedar pekerjaan individual manusia, tetapi juga dalam kolektiva-kolektiva lebih luas seperti dalam kehidupan masyarakat maupun bernegara. Sehingga kewajiban untuk menghormati manusia sebagai manusia tersebut merupakan tanggungjawab hak-hak asasi manusia. Oleh sebabnya, dengan adanya prinsip ini maka tidak mungkin praktek yang memperkenankan siapapun untuk melakukan eksploitasi, memperbudak, menyiksa, ataupun bahkan membunuh hak-hak hidup manusia. Dalam prinsip ini setiap orang harus menghargai manusia tanpa membeda-bedakan umur, budaya, keyakinan, etnisitas, ras, gender, orientasi seksual, bahasa, komunitas disable/berbeda kemampuan, atau kelas sosial, sepatutnya dihormati dan dihargai.

Prinsip yang ketiga, non-diskriminasi. Prinsip non-diskriminasi sebenarnya bagian integral dengan prinsip persamaan, dimana menjelaskan bahwa tiada perlakuan yang membedakan dalam rangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak seseorang. Pembedaan, baik berdasarkan kelas/bangsa tertentu, agama, suku, adat, keyakinan, jenis kelamin, warna kulit dan sebagainya, adalah praktek yang justru menghambat realisasi hak-hak asasi manusia. Jelas dan tegas, bahwa hak-hak asasi manusia melarang adanya diskriminasi yang merendahkan martabat atau harga diri komunitas tertentu, dan bila dilanggar akan melahirkan pertentangan dan ketidakadilan di dalam kehidupan manusia.

Prinsip yang keempat, equality atau persamaan. Prinsip ini bersentuhan atau sangat dekat dengan prinsip non-diskriminasi. Konsep persamaan menegaskan pemahaman tentang penghormatan untuk martabat yang melekat pada setiap manusia. Hal ini terjelaskan dalam pasal 1 DUHAM 1948, sebagai prinsip hak-hak asasi manusia: “Setiap orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama.” Konsekuensi pemenuhan persamaan hak-hak juga menyangkut kebutuhan dasar seseorang tidak boleh dikecualikan. Persamaan, merupakan hak yang dimiliki setiap orang dengan kewajiban yang sama pula antara yang satu dengan yang lain untuk menghormatinya. Salah satu hal penting dalam negara hukum, adalah persamaan di muka hukum, merupakan hak untuk memperoleh keadilan dalam bentuk perlakuan dalam proses peradilan. Prinsip yang kelima, indivisibility. Suatu hak tidak bisa dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini terkait dengan pandangan yang menyesatkan tentang membeda-bedakan atau pengutamaan hak-hak tertentu dibandingkan hak-hak lain. Hak sipil dan politik, sangat tidak mungkin dipisahkan dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya, karena keduanya satu kesatuan, tidak bisa dilepaskan satu dengan yang lainnya. Prinsip yang keenam, inalienability. Pemahaman prinsip atas hak yang tidak bisa dipindahkan, tidak bisa dirampas atau dipertukarkan dengan hal tertentu, agar hak-hak tersebut bisa dikecualikan. Misalnya, hak pilih dalam pemilu, tidak bisa dihilangkan hanya dengan dibeli oleh orang yang mampu dan kemudian menggantikan posisi hak pilih. Atau juga hak atas kehidupan yang layak, tidak bisa dipertukarkan dengan perbudakan, meskipun dibayar atau diupahi. Manusia sebagai makhluk yang memiliki hak-hak asasi tidak bisa dilepaskan dari hak-hak tersebut.

Prinsip yang ketujuh, interdependency (saling ketergantungan). Prinsip ini juga sangat dekat dengan prinsip indivisibility, dimana setiap hak-hak yang dimiliki setiap orang itu tergantung dengan hak-hak asasi manusia lainnya dalam ruang atau lingkungan manapun, di sekolah, di pasar, di rumah sakit, di hutan, desa maupun perkotaan. Misalnya, kemiskinan, dimana dalam situasi tidak terpenuhinya hak atas pendidikan, juga sangat bergantung pada penyediaan hak-hak atas pangan atau bebas dari rasa kelaparan, atau juga hak atas kesehatan yang layak, dan hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak. Artinya, hak yang satu dengan yang lainnya sangat tergantung dengan pemenuhan atau perlindungan hak lainnya.

Prinsip yang kedelapan, responsibilitas atau pertanggungjawaban (responsibility). Prinsip pertanggungjawaban hak-hak asasi manusia ini menegaskan bahwa perlunya mengambil langkah atau tindakan tertentu untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi manusia, serta menegaskan kewajiban-kewajiban paling minimum dengan memaksimalkan sumberdaya yang ada untuk memajukannya. Pertanggungjawaban ini menekankan peran negara, sebagai bagian dari organ politik kekuasaan yang harus memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Termasuk mempertanggungjawabkan setiap langkah atau tindakan yang diambil sebagai kebijakan tertentu dan memiliki pengaruh terhadap kelangsungan hak-hak rakyat. Peran negara menjadi vital, bukan soal mengambil tindakan tertentu (by commission), tetapi ia juga bisa dimintai pertanggungjawaban ketika terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia, sementara negara sama sekali tidak mengambil tindakan apapun (by omission). Unsur pertanggungjawaban (terutama negara), adalah bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip hak-hak asasi manusia agar bisa terwujudkan. Selain negara, aktor non-negara juga mempunyai tanggung jawab yang sama untuk memajukan hak-hak asasi manusia, baik secara individual maupun kolektiva sosial dalam organisasi kemasyarakatan. Secara individu, setiap orang dituntut untuk berani melawan ketidakadilan dan pelanggaran hak-hak asasi manusia di depan matanya, mengajarkan dan mendorong pemahaman dan penghormatan hak-hak asasi manusia bagi sesama.

Kedelapan prinsip-prinsip tersebut, merupakan hal yang mendasar untuk mengkaji hak-hak asasi manusia, baik terhadap tekstualitas maupun kontekstualitasnya, dalam pengertian untuk mempelajari sejarahnya, instrumen hukum, dan praktek implementasinya di lapangan.



B.     SEJARAH HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran/kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Berawal dari 2 perang besar didunia ( PD I dan PD II) timbul keinginan untuk merumuskan hak-hak asasi manusia dalam naskah internasional. Usaha ini pada tahun 1948 berhasil dengan diterimanya Universal Declaration of Human Rights (pernyataan sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia) oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB.

Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah yang secara berangsur-angsur menetapkan bahwa ada beberapa hak yang mendasari kehidupan  manusia dan karena itu bersifat universal dan asasi. Naskah tersebut adalah :
a.  Magna Charta (piagam Agung, 1215) dokumen yang berisi hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris kepada para bangsawan bawahannya dan juga membatasi kekuasaan Raja John
b.  Bill of rights (Undang-Undang Hak, 1689)
c.  Declaration des droits de I’homme et du citoyen (pernyataan hak-hak manusia dan warga negara, 1789)
d.  Bill of Rights (Undang-Undang Hak) naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada tahun 1789

Hak-hak yang dirumuskan pada abad ke-17 dan ke-18 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam (Natural Law) seperti yang dirumuskan oleh John Locke dan Jean Jaques Rousseau (1712-1778) dan hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis saja seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih dsb.
Pada abad ke-20 hak-hak politik ini dianggap kurang sempurna, dan mulailah dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya. Yang sangat terkenal adalah empat hak yang dirumuskan oelh Presiden Amerika Serikat, Frangklin D Roosevelt yang dikenal dengan istilah The Four Freedoms (Empat Kebebasan), yaitu :
a.  Kebebaan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech)
b.  Kebebasan beragama (freedom of religion)
c.  Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear)
d.  Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want)
Sejalan dengan pemikiran itu, maka Komisi Hak-Hak Asasi Manusia (Commission on Human Rights) yang pada tahun 1946 didirikan oleh PBB, menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, disamping hak-hak politik. Pada tahun 1948 hasil pekerjaan komisi ini, pernyataan sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights), diterima secara aklamasi oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB.

Macam-Macam HAM
Dari ketiga hak dasar diatas berkembang menjadi :
a.      Hak asasi pribadi (personal right) = yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, memeluk agama, menyatakan pikiran dan kebebasan bergerak
b.     Hak asasi ekonomi (economical right) = yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, mensual, dan memanfaatkannya
c.     Hak asasi untuk memperoleh pengakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (legal of equality right) yaitu hak yang sama dikenakan sanksi/hukuman dan duduk dalam pemerintahan negara.
d.     Hak asasi social dan budaya (social and culture right) yaitu hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan pendidikan dan kebudayaan.
e.      Hak asasi politik (political right) yaitu hak untuk ikutserta dalam politik, haku untuk dipilih dan memilih dalam pemilu, hak masuk dan ikut dalam parpol, mendirikan dan mengembangkan parpol
f.      Hak asasi untuk memperoleh perlakuan dan tata cara peradilan dan perlindungan yang adil dan sama, misalnya dalam penangkapan, pemeriksaan, penyidikan, pembelaan, penggeledahan, dan peradilan



C.     HAK ASASI MANUSIA PADA TATARAN GLOBAL
Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM, yaitu:
a.      HAM menurut konsep Negara-negara Barat:
1) ingin meninggalkan konsep negara yang mutlak;
2) ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, negara sebagai koordinator dan pengawas;
3) filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia: serta
4) hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan negara.
b.   HAM  menurut konsep Sosialis:
1)    hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat;
2)    hak asasi manusia tidak ada sebelum negara ada; serta
3)    negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.

c. HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika:
1)tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya;
2)masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama terhadap kepala keluarga; serta
3)individu tunduk kepada adat yang menyangkut tugas dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.

d.   HAM menurut konsep PBB:
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor Roosevelt (10 Desember 1948) dan secara resmi disebut “Universal Declaration of Human Rights”. Di dalamnya menjelaskan tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang dinikmati manusia di dunia yang mendorong perhargaan terhadap hak-hak asasi manusia. Sejak tahun 1957 konsep HAM tersebut dilengkapi dengan tiga perjanjian, yaitu 1) Hak ekonomi sosial dan budaya; 2) Perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik; serta 3) Protokol opsional bagi perjanjian hak sipil dan politik internasional. Pada Sidang Umum PBB tanggal 16 Desember 1966 ketiga dokumen tersebut diterima dan diratifikasi.

Universal Declaration af Human Rights menyatakan bahwa setiap orang mempunyai:
·      hak untuk hidup;
·      kemerdekaan dan keamanan badan;
·      hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum;
·      hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum;
·      hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum dan dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah;
·      hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu negara;
·      hak untuk mendapat hak milik atas benda;
·      hak untuk bebas untuk mengutarakan pikiran dan perasaan;
·      hak untuk bebas memeluk agama, serta mempunyai dan mengeluarkan pendapat;
·      hak untuk berapat dan berkumpul;
·      hak untuk mendapatkan jaminan sosial;
·      hak untuk mendapatkan pekerjaan;
·      hak untuk berdagang;
·      hak untuk mendapatkan pendidikan;
·      hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat; serta
·      hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.



D.     HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahma hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya. dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda: 2005). Sesuai dengan Pasal l (3), Pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antarnegara serta hukum internasional  yang berlaku.
HAM di Indonesia di dasarkan pada Konstitusi NKRI, yaitu Pembukaan UUD 1945 (aline I), Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh UUD 1945 (Pasal 27, 29, dan 30), UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. HAM di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
Program penegakkan hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005) meliputi pemberantasan korupsi, antiterorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakkan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten. Kegiatan-kegiatan pokok penegakkan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut.
a.    Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009.
b.    Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional  Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional.
c.    Peningkatan penegakkan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.
d.    Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya mencegah serta memberantas korupsi.
e.    Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
f.     Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga negara di depan hukum melalui keteladanan kepala negara beserta pimpinan lainnya untuk mematuhi/menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen.
g.    Penyelenggaraan audit reguler atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah dan pejabat Negara.
h.    Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, dan tepat, serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
i.      Peningkatan betbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka rnenyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat bcrjalan sewajarnya.
j.      Pmbenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses publik, serta pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan accountable.
k.    Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
l.      Penyelamatan barang bukit accountability kinerja berupa dokumen/arsip lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakkan hukum dan HAM.
m.  Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan HAM.
n.    Pembaruan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
o.    Peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan perjalanan, baik ke luar maupun masuk ke wilayah Indonesia.
p.    Peningkatan fungsi intelejen agar aktivitas terorisme dapat dicegah pada tahap yang sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan ketertiban.
q.    Peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan   narkotika/obat berbahaya melalui identifikasi serta memutus jaringan peredarannya. meningkatkan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan menghukum para pengedarnya secara maksimal.


HAK ASASI DALAM UUD 1945

         a.    Dalam Pembukaan UUD 1945
1.    alinea 1   : Kebebasan untuk merdeka
2.    alinea 2   : Negara yang adil
3.    alinea 3   : Menyatakan kemerdekaan
4.    alinea 4 : Menunjukkan pengakuan dan perlindungan terhadap hak     asasi (dalam bidang politik, hukum, sosial budaya dan  ekonomi)

b.      Penjabaran Hak-Hak Asasi Manusia Dalam UUD 1945
Hak-hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan filosofis tentang manusia yang melatarbelakanginya. Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah tersusun alas jiwa dan raga, kedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan dan Makhluk pribadi, adapun sifat kodratnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian inilah maka hak-hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan hakikat kodrat manusia tersebut, Konsekuensinya dalam realisasinya maka hak asasi manusia memiliki hubungan yang koralatif dengan wajib asasi manusia karena sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial.
Dalam rentang berdirinya bangsa dan negara Indonesia dalam kenyataannya secara resmi deklarasi. Bangsa Indonesia telah lebih dulu dirumuskan dari Deklarasi Universal Hak-hak, asasi Manusia PBB. karena Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya diundangkan tanggal 18 Agustus 1945, adapun Deklarasi PBB pada tahun 1948. Hal ini merupakan fakta pada dunia bahwa bangsa bangsa Indonesia sebelum tercapainya pernyataan hak-hak asasi manusia sedunia PBB. Telah mengangkat hak-hak asasi manusia dan melindunginya dalam kehidupan negara yang tertuang dalam UUD 1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh para petinggi negara misalnya pernyataan Moh. Hatta dalam sidang BPUPKI sebagai berikut :
“Walaupun yang dibentuk itu negara kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak dari negara agar jangan sampai timbul negara kekuasaan (Machtsstaal atau negara penindas) (Yamin 1959 : 287-289).
Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya termuat dalam naskah Pembukaan UUD 1945, dan Pembukaan UUD 1945 inilah yang merupakan sumber nomiatif bagi hukum positif Indonesia terutama penjabaran dalam pasal-pasal UUD 1945.
Dalam Pembukaan UUD 1945  alinea I dinyatakan bahwa : “Kemerdekaan adalah hak setiap bangsa”. Dalam pernyataan terkandung pengakuan secara yuridis hak asasi manusia tentang kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam : deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB Pasal. 1. Dasar filosofis hak asasi manusia tersebut bukanlah kebebasan individualis, melainkan menempatkan manusia dalam hubungannya dengan bangsa (makhluk sosial). Sehingga, hak asasi  manusia tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban asasi manusia. Kata-kata berikutnya pada alinea III Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut :
“Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Pernyataan tentang “atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa..” mengandung arti bahwa dalam deklarasi bangsa Indonesia terkandung pengakuan manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa, dan diteruskan dengan kata “...supaya berkehidupan yang kebangsaan bebas...”, maka pengertian bangsa, maka negara Indonesia mengakui hak-hak asasi manusia untuk memeluk agama sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB Pasal 18 dan dalam pasal UUD 1945 dijabarkan dalam Pasal 29 terutama ayat (2).
Melalui pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinea IV bahwa negara Indonesia sebagai suatu persekutuan bersama bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak asasinya. Adapun tujuan negara tersebut adalah sebagai berikut :
“... Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa....”
Tujuan negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh warganya dengan suatu undang-undang terutama untuk melindungi hak-hak asasinya demi kesejahteraan hidup bersama. Demikian pula negara Indonesia juga memiliki ciri, tujuan negara, hukum material, dalam rumusan tujuan negara “...Memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan pada tujuan negara sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, negara Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia para warganya terutama dalam kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun rokhaniah, antara lain berkaitan dengan hak-hak asasi bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, Pendidikan, dan agama. Rincian hak-hak asasi manusia dalam pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut:

BAB XA
HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28-A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28-B
(3)  Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(4)  Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28-C
(3) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan dan demi kesejahteraan umat manusia.
(4)  Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal 28-D
(5)  Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum, yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(6)  Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(7)  Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(8)  Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28-E
(4) Setiap orang bebas memeluk Agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tingal di wilayah negara dan meningalkannya serta berhak kembali.
(5) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
(6)     Setiap orang berhak, atas kebebasan berserikat, Berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28-F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan  pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28-G
(3) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannva, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak, berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(4) Setiap orang berhak untuk, bebas dan penyiksaan atau perlakuan yang  merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28-H
(5) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dari sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(6) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(7) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(8) Setiap orang berhak mempunyai milik pribadi dan hak milik tersebut tidak diambil alih secara sewenang-wenang oleh
Pasal 28-I
(6) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak izin untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,. dan hak untuk tidak di tuntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah, hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(7)  Setiap orang berhak bebas dari perlakuan bersifat diskriminatif dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindugan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(8) Identitas budaya dan hak masyarakat, tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(9) Perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah.
(10)Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28-J
(3) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(4) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang maksud semata-mata untuk menjamin perlakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Dalam perjalanan sejarah kenegaraan Indonesia pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia di Indonesia  mengalami kemajuan. Antara lain sejak kekuasaan Rezim Soeharto telah dibentuk KOMNAS HAM, walaupun pelaksanaannya belum optimal.

Dalam proses reformasi dewasa ini terutama akan perlindungan hak-hak asasi manusia semakin kuat bahkan merupakan tema sentral. Oleh karena itu jaminan hak-hak asasi manusia sebagaimana terkandung dalam UUD 1945, menjadi semakin efektif terutama dengan diwujudkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi manusia. dalam Konsiderans dan Ketentuan Umum Pasal I dijelaskan, bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaban manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Selain hak asasi juga dalam LJU No. 39 tahun 1999, terkandung kewajiban dasar manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. UU No. 39 tahun 1999 tersebut terdiri atas 105 pasal yang meliputi macam Hukum asasi, perlindungan hak asasi, pembatasan terhadap kewenangan pemerintah serta KOMNAS HAM yang merupakan lembaga pelaksana atas perlindungan hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi tersebut meliputi, hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak. Demi  tegaknya asasi setiap orang maka diatur pula kewajiban dasar manusia, antara lain kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain, dan konsekuensinya setiap orang harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu juga diatur kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan serta memajukan hak-hak asasi manusia tersebut yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan  hukum internasional yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
Dengan diundangkannya UU No. 39 tahun 1999 tentang hak-hak asasi manusia tersebut bangsa Indonesia telah masuk pada era baru terutama dalam menegakkan masyarakat yang demokratis yang melindungi hak-hak asasi manusia. Namun demikian sering dalam pelaksanaannya mengalami kendala yaitu dimana antara penegakkan hukum dengan kebebasan sehingga kalau tidak konsisten maka akan merugikan bangsa Indonesia sendiri.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen 2002, telah memberikan jaminan secara eksplisit tentang hak-hak asasi manusia yang tertuang dalam Bab XA, pasal 28A sampai dengan pasal 28J. Jikalau, dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum dilakukan amandemen, ketentuan yang mengatur tentang jaminan hak-hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen 2002 dikembangkan dan ditambah pasalnya dan lebih rinci. Rincian tersebut antara lain misalnya tentang hak-hak sosial dijamin dalam Pasal 29-B ayat (1), (2), Pasal 28-C ayat (2), Pasal 28-H ayut (3), hak ekonomi diatur dalam Pasal 28 ayat (2), hak politik diatur dalam Pasal 28-D ayat (3), Pasal 28-E ayat (3), hak budaya pada Pasal 28-1 ayat (3), hak perlindungan hukum yang sama pada Pasal 28-G ayat (1), hak memeluk, meyakini dan beribadah menurut agama yang dianutnya, serta hak memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi dan berkomunikasi melalui berbagai saluran yang ada.
Konsekuensi pengaturan atas jaminan hak-hak asasi manusia tersebut harus diikuti dengan pelaksanaan, serta jaminan hukum yang memadai. Untuk ketentuan yang lebih rinci atas pelaksanaan dan penegakan hak-hak asasi tersebut, diatur dalam Undang-undang No. 9 tahun 1999. Satu kasus yang cukup penting, bagi bangsa Indonesia dalam menegakkan hak-hak asasi, adalah dengan dilaksanakannya Pengadilan Ad Hocc, atas pelanggar hak-hak asasi manusia di Jakarta, atas pelanggaran di Timur-­Timur. Hal ini menunjukkan kepada masyarakat Internasional, bahwa bangsa Indonesia memiliki komitmen atas penegakan hak-hak asasi manusia. Memang pelaksanaan Pengadilan Ad Hoc atas pelanggaran hak-hak asasi manusia di Timur-Timur tersebut penuh dengan kepentingan-kepentingan politik. Di satu pihak pelaksanaan pengadilan Ad Hoc tersebut atas desakan PBB, yang taruhannya adalah nasib dan kredibilitas bangsa Indonesia di mata intemasional, di pihak lain perbenturan kepentingan antara penegakan hak-hak asasi dengan kepentingan nasional serta rasa nasionalisme sebagai bangsa Indonesia. Dalam kenyataannya mereka-mereka yang dituduh melanggar HAM berat di Tiinur-Timur pada hakikatnya berjuang demi kepentingan bangsa dan negara.
Terlepas dari berbagai macam kelebihan dan kekuranggannya, bagi suatu kemajuan yang sangat berarti, karena bangsa Indonesia memiliki komitmen yang tinggi atas jaminan serta penegakan hak-hak asasi manusia.


E.      IMPLEMENTASI HAK ASASI DAN KEWAJIBAN ASASI DALAM SILA-SILA PANCASILA

a. Sila Pertama
                   Hak Asasi
Kewajiban Asasi
=   Hak memilih dan mengakui agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME
=  Melaksanakan perintah dan larangan Tuhan YME menurut agama dan  kepercayaan masing-masing

b. Sila Kedua
Hak Asasi
Kewajiban Asasi
= Manusia sebagai mahluk individu, memiliki hak asasi yang dapat dinikmati dan dipertahankan terhadap godaan dari segala arah
= Saling membantu, saling menolong dan bekerjasama dengan sesama manusia

c. Sila Ketiga
Hak Asasi
Kewajiban Asasi
= Persatuan Indonesia, artinya sikap mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan suku, golongan, partai dll. Berarti persatuan antar suku, golongan, partai itu memiliki kedudukan dan kesempatan yang sama di Indonesia, dalam arti adanya keseimbangan dengan tidak mengutamakan yang satu dan mengabaikan yang lainnya.
= Mengutamakan kepentingan umum atau bersama daripada kepentingan golongan, suku, agama, kelompok atau kepentingan pribadi

d. Sila Keempat
Hak Asasi
Kewajiban Asasi
=  Negara RI dibentuk dari, oleh, dan untuk rakyat
=  Patuh dan taat kepada rambu-rambu  hukum dalam kehidupan demokrasi

e. Sila Kelima
Hak Asasi
Kewajiban Asasi
= Keadilan Sosial barujud hendak melaksanakan kesejahteraan umum bagi seluruh anggota masyarakat, yaitu keadilan yang memberi perimbangan dimana hak milik berfungsi sosial
= Melakukan kontrol sosial kepada para pembimbing negara baik yang formal maupun non formal demi kepentingan bersama


Kewajiban Asasi Manusia
Kewajiban adalah keharusan moral untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu pekerjaan. Sedangkan Perbedaan Kewajiban
1.  Kewajiban Perintah (Affirmatif) : yaitu menuntut dilaksanakannya suatu perbuatan
2.  Kewajiban larangan (Negatif) : menuntut ditinggalkannya perbuatan/tindakan.
Kewajiban dalam Pasal-Pasal UUD 1945
1.  Wajib membayar pajak (23)
2.  Wajib menghormati orang lain yang berbeda agama, toleransi dan kerukunan beragama (29)
3.  Wajib menghormati orang lain
4.  Wajib bela negara, jika saatnya diperlukan secara fisik dan mental  ideologik (30)


F.      SARANA PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA

Salah satu pemahaman (dari banyak varian konsep) terhadap penyejahteraan warga negaranya dalam konsep tanggung jawab negara adalah upaya perlindungan hukum bagi warganya sendiri. Artinya, hukum sebagai sarana dan sistem perlindungan bagi rakyat yang efektif, terutama dari berbagai upaya pemaksaan kehendak atau bentuk kekerasan yang dilakukan oleh organ/struktur yang berkuasa. Pendekatan sistem dalam bidang hukum, sebagaimana dikatakan oleh Victor M. Tschchikvadse dan Samuel L. Zivs, “It is the system approach that makes it possible to visualize more clearly the whole of law as a complex series or relationship between branches of law and legal institutions. The system approach helps to reveal the special quality of law, considered as a whole in comparison with one of its branches or with a simple aggregate of branches. The system approach also makes it possible to reveal more clearly such important features of law as a unity and differentiation, the interaction and interrelation of the separate parts of elements.”30 Ini berarti, pendekatan sistem dalam bidang hukum memperhatikan pula bagaimana organ/struktur negara yang memiliki lembaga-lembaga (pembentuk, penegak) hukum bekerja untuk melindungi dan memenuhi hak-hak dalam ruang kehidupan warga negaranya.

Penelusuruan terhadap pengakuan hak-hak asasi manusia dalam konstitusi akan menjadi tema penting dilihat sebagai bagian dari kajian sistem ketatanegaraan yang ada. Karena pengalaman bangsa Indonesia yang berulang kali mengalami pergantian dan perubahan UUD, dan pergantian UUD dalam suatu negara, berarti peralihan dari tertib ketatanegaraan yang lama ke tertib ketatanegaraan yang baru, yang tentunya (atau seharusnya) menuju ke arah yang lebih sempurna dibandingkan sebelumnya. Dan ini pulalah yang menjelaskan situasi pendekatan hukumnya pemerintah dalam hak asasi manusia.

Membicarakan pendekatan hukum, sebagai sarana perlindungan hukum bagi rakyat, adalah pendapat Hadjon, yang menyatakan “tindak pemerintahan” sebagai titik sentral, dibedakan dua macam perlindungan hukum bagi rakyat: perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, yang sifatnya mencegah sengketa. Adanya perlindungan hukum yang preventif tentunya akan mendorong pemerintah untuk bersikap lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.31 Sedangkan untuk perlindungan hukum yang represif adalah berdasarkan penyelesaian suatu sengketa, dimana terdapat keragaman dalam berbagai sistem hukum di dunia ini. Misalnya, negara-negara dengan “civil law system” mengakui adanya dua set pengadilan, yaitu pengadilan umum (biasa) dan pengadilan administrasi; sedangkan negara-negara dengan “common law system”, hanya mengenal satu set pengadilan, yaitu “ordinary court”. Di samping kedua sistem tersebut, negara-negara Skandinavia telah mengembangkan sendiri suatu lembaga perlindungan hukum bagi rakyat yang dikenal dengan nama “Ombudsman”.32

Dalam konteks hak-hak asasi manusia, khususnya yang diberlakukan dalam sistem hukum di Indonesia, kita mengenal adanya lembaga-lembaga yang menjadi sarana perlindungan hak-hak masyarakat. Lembaga-lembaga yang memiliki kewajiban dalam memberikan sarana perlindungan hukum bisa dilakukan oleh lembaga peradilan (judicial system) dan lembaga non-peradilan (non-judicial system).

Lembaga peradilan yang menangani persoalan hak-hak asasi manusia, khususnya terhadap pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Pengadilan HAM. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum, dan khusus hanya menangani persoalan pelanggaran HAM berat (kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan).33 Sedangkan persoalan hak-hak asasi manusia lainnya, di luar pelanggaran HAM berat, dikategorikan sebagai tindak kriminal maka akan diselesaikan melalui proses peradilan umum. Dalam perspektif perlindungan publik atas kebijakan atau keputusan administratif pemerintah, maka perlindungan hak asasi manusia bisa diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Ketiga lembaga peradilan tersebut merupakan sarana perlindungan hak-hak asasi manusia yang dikenal dalam konteks sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Sedangkan lembaga non-peradilan yang dibentuk pemerintah untuk melakukan upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia, antara lain Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), dan Komisi Ombudsman Nasional. Kelembagaan non-peradilan yang juga terkait langsung dengan upaya perlindungan hak asasi manusia secara koordinatif membangun komunikasinya dengan lembaga atau departemen pemerintah lainnya, termasuk institusi kepolisian dan TNI.

Meskipun demikian, pandangan terhadap sarana-sarana perlindungan hak asasi manusia tidak bisa dikerdilkan hanya pada lembaga peradilan dan lembaga non-peradilan yang disebutkan di atas, tetapi haruslah lintas departemen, dan menjadi tanggung jawab seluruh jajaran pemerintahan mulai dari Presiden hingga unit pemerintahan terkecil di bawah tanpa terkecuali. Bahkan bilamana diperlukan sarana-sarana tersebut membuka terhadap kerjasama internasional untuk mendukung upaya perlindungan hak-hak asasi manusia, sehingga permasalahan pelanggaran HAM akan dapat tercegah dan diselesaikan secara komprehensif, koordinatif dan strategis. Sehingga tidak dimungkinkan lagi adanya sektoralisme penyelesaian masalah-masalah penegakan hak asasi manusia.


G.     MEKANISME PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

Setiap permasalahan semestinya harus ada mekanisme penyelesaian yang disiapkan sebagai satu kebijakan. Demikian pula halnya dengan masalah pelanggaran HAM. Setiap orang dan atau kelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak azasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM.

Pengaduan hanya akan mendapat pelayanan apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan. Dalam hal pengaduan dilakukan oleh pihak lain, maka pengaduan harus disertai dengan persetujuan dari pihak yang hak asazinyna dilanggar sebagai korban, kecuali untuk pelanggaran HAM tertetu berdasarkan kepentingan Komnas HAM. Pemeriksaan atas pengaduan kepada Komnas HAM tidak dilakukan atau dihentikan apabila :

1.     Tidak memiliki bukti awal yang memadai
2.     Materi pengaduan bukan masalah pelanggaran HAM
3.     Pengajuan diadukan dengan itikad buruk atau ternyata tidak ada kesungguhan dari pengadu.
4.     Terdapat upaya hokum lebih efektif bagi penyelesaian materi pengaduan
5.     Sedang berlansung penyelesaian melalui upaya hokum yang tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemeriksaan pelanggaran HAM dilakukan secara tertutup, kecuali ditentukan lain oleh Komnas HAM. Pihak pengadu, korban, saksi dan atau pihak lainnya yang terkait wajib memenuhi permintaan/panggilan Komnas HAM. Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang atau menolak memberikan keterangan, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk memenuhi panggilan secara paksa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Komnas HAM berfungsi mediasi yang bertugas dan berwenang melakukan :
1.     Perdamaian kedua belah pihak
2.     Penyelesaian melalui cara konsultasi
3.     Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan
4.     Penyampaian rekomendasi pelanggaran HAM kepada Pemerintah atau DPR untuk ditindaklanjuti.
Sedangkan untuk pengadilan pelanggaran HAM yang berat dibentuk pengadilan HAM di lingkungan peradilan Umum.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Tuntutan untuk menegakkan HAM kini sudah sedemikian kuat, baik dari dalam negeri maupun melalui tekanan dari dunia internasional, namun masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu perlu adanya dukungan dari semua pihak, seperti masyarakat, politisi, akademisi, tokoh masyarakat, dan pers, agar upaya penegakan HAM bergerak ke arah positif sesuai harapan kita bersama.
Penghormatan dan penegakan terhadap HAM merupakan suatu keharusan dan tidak perlu ada tekanan dari pihak mana pun untuk melaksanakannya. Pembangunan bangsa dan negara pada dasarnya juga ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi warga negaranya. Diperlukan niat dan kemauan yang serius dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan para elite politik agar penegakan HAM berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan memastikan bahwa hak asasi warga negaranya dapat terwujud dan terpenuhi dengan baik. Dan sudah menjadi kewajiban bersama segenap komponen bangsa untuk mencegah agar pelanggaran HAM di masa lalu tidak terulang kembali di masa kini dan masa yang akan datang

B.    SARAN
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyesuaikan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain. Dan kita juga harus membantu negara dalam mencari upaya untuk mengatasi atau menanggulangi adanya pelanggaran-pelanggaran HAM yang ada di Indonesia.



















DAFTAR PUSTAKA

Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan Negara, Pen. Departemen Penerangan R.I., Jakarta, 1962.
R.H. Purnomo. Pengimplementasian UUD’45, Pen, Seko ABRI, Bandung. 1982.
CST. Kansil, Pancasila dan UUD'45 (I, II, III) Pen. Paramitha Pradnya. Jakarta, 1973.
-----------------Sistem Pemerintahan Indonesia. Pen. Bursa Buku FH-UI. Jakarta. 1973.
JCT. Simorangkir. Tentang dan Sekitar UUD’45, Pen, Jambatan, Jakarta, 1970.
S. Gunawan. Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Idiologi Pancasila. Pen. Kanisius. Yogyakarta. 1993.
M. Hutauruk. Hak-hak dan Kewajiban Warga Negara. Pen. Erlangga.  Jakarta. 1968.
Dra. Elly M. Setiadi, M.Si. Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Pen. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. 2005.
Drs. Kaelan, M.Si. Pendidikan Pancasila. Pen. Pradnya Paramitha. Yogyakarta. 2003.
Drs. Kaelan, M.Si. Kajian tentang UUD’ Negara R.I. (hasil Amandemen disahkan tanggal 16 Agustus 2002) (Anallsis Filosofis & Yuridis). Pen. Pradnya Paramitha. Yogyakarta. 2002.
Tim Dosen Pancasila Unhas.Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi. Universitas Hasanuddin,Makassar,2003
Tim Dosen Pancasila Unhas.Pendidikan Pancasila Bunga Rampai .STIMIK DIPANEGARA ,Makassar,2004
Azra, azyumardi. 2003. Demokrasi Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani, Jakarta : Prenada Media
Indonesia. UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media.
Malian, S. dan S. Marjuki ( editor ). 2003. Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia. UII Press: Yogyakarta.
Mansoer, Hamdan (Pnyt). 2002. Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan Bagian I.Jakarta : Depdiknas.
Pasha, Mustafa Kamal. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta Citra Karsa Mandiri.
Soegito, A T. 2005. Hak dan Kewajiban Warga Negara (makalah suscados PKn desember 2005 di Jakarta). Jakarta : Dikti
Soemarsono, S. Dan H. Mansyur. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Soemiarno, S. 2005. Hak Asasi Manusia. Makalah yang disampaikan dalam kursus calon dosen Kewarganegaraan angkata I, 12-23 Desember 2005. Dirjen Dikti Depdiknas, Jakarta.
Syarbani, Syahrial. 2002. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi Edisi Revisi, Jakarta: Ghalia Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tugas 4 - Delima / 21317514