Kamis, 16 Januari 2020

Tugas 4 - Delima / 21317514


Nama : Delima
Kelas : 3TB06
NPM : 21317514

BAB I
Pasal 1 ayat 4
“Pengunjung bangunan adalah semua orang selain pengguna bangunan yang beraktifitas pada bangunan. Jelas tertulis pengunjung juga melakukan aktifitas didalam gedung tersebut”

BAB II
Pasal 5 ayat 1
“Ditambah kenyamanan pengguna”

BAB II
Pasal 6 ayat 1 
"Suhu dalam ruangan disesuaikan dengan fungsi."

BAB III
Pasal 11 ayat 1-5
“Pasal 11 mengenai pintu, ukuran pintu juga harus disesuaikan dengan fungsi ruangan agar tidak terjadi hal – hal semrawut ( dalam artian desak – desakan ).”

BAB III
Pasal 14 ayat 1
“Sebaiknya jalur pedestrian diberi batas agar pengendara motor tidak dapat mengambil jalur pedestrian.”

BAB III
Pasal 17 ayat 1
“Terutama hunian apartment. Jika diperlukan sediakan lift lebih dari 2, agar bisa bergantian ( untuk mengistirahatkan penggunaan lift yang padat penghuni ).”

BAB III
Pasal 17 ayat 3
“Harus juga mengutamakan kekokohan pada instruksi.”


BAB III
Pasal 20 ayat 2
“Terdapatnya sirkulasi udara yang memadai bagi pengguna.”

BAB III
Pasal 21 ayat 2a
“Ralling sebagai penunjang keselamatan pengguna.”

BAB III
Pasal 22 ayat 2
“Keamanan yang ekstra untuk escalator ( terutama bagi anak – anak  ).”

BAB III
Pasal 24 ayat 3
“Ditambah pencahayaan yang memadai ( dengan menggunakan lampu darurat / otomatis ).”




Tugas 2 - Delima / 21317514


ANALISIS EVALUASI PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG KEBIJAKAN NEGARA

Pokok bahasan bab ini adalah identifikasi peraturan perundangundangan yang telah diinventarisir serta analisis permasalahannya. Analisis dilakukan untuk mengetahui permasalahan perundang-undangan terkait kekarantinaan. Analisis dilakukan untuk mengetahui aturan-aturan yang bertentangan, multitafsir, inkosisten, atau tidak operasional. Setelah peraturan perundang-undangan dianalisis maka peraturan perundang-undangan tersebut kemudian dievaluasi apakah akan dipertahankan, direvisi, atau dicabut.

A.    Analisis Peraturan Perundang-undangan tentang Kekarantinaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara. Ketentuan dalam undang-undang tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Pada sisi lain, saat undang-undang tersebut dibuat masih mengacu kepada peraturan kesehatan internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR) 1953. Kemudian ISR tersebut diganti dengan International Health Regulations (IHR) 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada kemampuan sistim surveilans epidemiologi. Pada Sidang Majelis Kesehatan Sedunia tahun 2005 menyepakati International Health Regulations (IHR) 1969 tersebut menjadi International Health Regulations (IHR) Revisi 2005 yang mulai diberlakukan pada tanggal 15 Juni 2007. Di samping itu, perkembangan penyakit yang dapat disebarkan melalui mobilitas alat angkut, orang dan barang semakin meningkat dan beragam. Tindakan karantina dianggap cukup efektif dalam mencegah atau melokalisasi persebaran penyakit tersebut.
            Substansi yang diatur dalam kedua undang-undang tersebut cenderung mirip. Pasal-pasalnya, mulai Pasal 1 sampai akhir, cenderung sama. Perbedaannya hanya pada beberapa pasal tentang pelaksanaan karantina menurut tempat, yaitu karantina laut dan karantina udara. Kondisi ini berpotensi menimbulkan inefisiensi dan ketidakpraktisan khususnya dalam implementasi.
            Penetapan penyakit dalam undang-undang tersebut menimbulkan kekakuan dalam penerapan undang-undang karantina. Seiring dengan berjalannya waktu, telah muncul pula beberapa penyakit baru misalnya SARS, Avian Influenza (H5N1) dan Influenza baru tipe A (H1N1) yang memiliki karateristik tingkat virulensi lebih tinggi dan penyebarannya sangat cepat dan meluas serta belum ada obatnya. Penyakit tersebut sangat berpotensi menimbulkan wabah dalam waktu singkat. Hal ini lebih berbahaya dibandingkan dengan penyakit yang tercantum dalam Undang-Undang Karantina.
            Untuk itu perlu upaya agar dalam ketentuan yang baru mengenai penetapan jenis penyakit tidak perlu dituangkan dalam Undang-undang tetapi di dalam peraturan pelaksanaan dibawahnya agar lebih fleksibel. Dengan demikian ketentuan yang baru dapat mencegah terjadinya kekakuan penetapan penyakit yang memerlukan tindakan karantina kesehatan.
            Undang-undang lain yang mengatur kekarantinaan, Undang-undang No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan, disusun berdasarkan kondisi yang ada pada saat diundangkan. Beberapa substansi muatannya sudah tidak sesuai lagi saat ini. Substansi yang diatur dalam beberapa ketentuan sulit dilaksanakan karena sudah tidak sesuai dengan kondisi yang ada saat ini. Ketentuan yang ada tidak cukup memberikan ruang untuk precautionary treatment.
            Penetapan dan pencabutan penetapan terjangkitnya suatu pelabuhan/bandar udara dari penyakit karantina dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan pertimbangan epidemiologis dan pengujian laboratorium atau selama 2 (dua) masa inkubasi suatu penyakit karantina. Ketentuan ini masih relevan dengan kondisi saat ini, sehingga masih layak dipertahankan.
            Penggolongan kapal/pesawat sehat, tersangka, atau terjangkit dimaksudkan untuk menentukan tindakan karantina terhadap orang dan barang. Penggolongan pelabuhan/bandar udara karantina dimaksudkan untuk menentukan klasifikasi pelabuhan/bandar udara yang mempunyai kemampuan untuk menyelenggaran tindakan karantina. Ketentuan ini masih layak dipertahankan, namun perlu pengaturan mengenai siapa yang berwenang menetapkan penggolongan kapal/pesawat dan penggolongan pelabuhan/bandar udara.
            Setiap kapal/pesawat wajib memiliki dokumen kesehatan sebagaimana juga diharuskan oleh IHR 2005 dan ketentuan internasional lainnya, oleh sebab itu di dalam kedua undang-undang tersebut diatur bagaimana penerbitan dokumen kesehatan alat angkut dan orang. Ketentuan ini masih layak dipertahankan, namun beberapa istilah dan bentuk dokumen kesehatan menurut ketentuan internasioanl mengalami perubahan, oleh sebab itu dalam ketentuan baru perlu penyesuaian.
            Setiap kapal/pesawat yang datang dari luar negeri dan atau dari suatu pelabuhan dalam negeri yang terjangkit penyakit karantina berada dalam karantina, dimana nahkoda/pilot dilarang menaikan atau menurunkan orang dan barang sebelum memperoleh surat izin bebas karantina, dan kapal tersebut bebas karantina setelah diberikan surat izin karantina. Setiap kapal/pesawat yang akan berangkat harus dilakukan pemeriksaan dokumen kesehatan, pemeriksaan kesehatan awak/personal penerbang dan penumpang serta pemeriksaan faktor risiko kesehatan masyarakat. Setelah dinyatakan sehat oleh petugas kesehatan, baru diberikan surat persetujuan berlayar/terbang karantina kesehatan. Ketentuan ini masih layak dipertahankan, namun perlu dipertimbangkan untuk kapal/pesawat yang datang dari pelabuhan/bandar udara dalam negeri
            Terhadap kapal/pesawat yang penumpangnya mengalami penyakit karantina harus dilakukan tindakan khusus karantina atau penanganan terhadap alat angkut beserta muatannya sesuai jenis penyakit karantina. Ketentuan ini masih perlu dipertahankan, karena masih sesuai dengan tata laksana kasus penyakit.
            Pelanggaran terhadap kedua undang-undang tersebut dikenakan sanksi pidana kurungan 1 (satu) tahun penjara dan/atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp.75.000,-. Ketentuan mengenai sanksi ini sudah tidak relevan karena tidak menimbulkan efek jera, oleh sebab itu perlu disesuaikan dengan kondisi saat ini. Untuk lebih operasional kedua undang-undang karantina memerintahkan pengaturan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah, akan tetapi sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah dimaksud.
            Dari sisi maksud dan tujuan dilakukannya tindakantindakan karantina, yakni menolak dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina melalui sarana transportasi laut maupun udara, kedua undang-undang tersebut masih relevan. Namun dalam tataran implementasi sangat sulit dilaksanakan, karena perkembangan teknologi tranportasi, meningkatnya mobilitas orang dan barang, transisi epidemiologi, tata hubungan internasional maupun nasional, tata pemerintahan, serta kondisi lingkungan hidup, maka kedua undang-undang ini perlu diganti dan disesuaikan dengan kondisi saat ini.
            Rumusan dalam Undang-Undang tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan dalam mencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan, hama penyakit ikan, dan organisme pengganggu tumbuhan tidak membedakan secara tegas tentang karantina hewan, karantina ikan, dan karantina tumbuhan. Secara teknis antara hama penyakit hewan, hama penyakit ikan, dan organisme pengganggu tumbuhan memeiliki perbedaan karasteristik baik sifat, media pembawa, ataupun cara penangannya. Oleh karena adanya penuangan rumusan dalam Undang-undang no. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan yang diusahakan untuk dapat disatukan menyebabkan rumusan masing-masing bidang tidak dapat dituangan secara optimal. Apalagi pada saat ini perubahan status dan situasi penyakit dan organisme penggangu berlangsung cepat melintasi negara atau beberapa negara tanpa batas (transbondary diseases), munculnya emerging diseases, dan re-emerging diseases, perubahan tingkat patogenitas suatu penyakit dapat menjadi ancaman bioterorisme bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menganggu stabilitas ekonomi, sosial dan politik.
            Ketentuan tentang SDM dan Sarana dan Prasarana belum secara jelas diatur dalam Undang-Undang No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan, padahal untuk mewujudkan perkarantinaan hewan, ikan, dan tumbuhan dalam suatu system yang maju dan tangguh sebagaimana diamanatkan memerlukan SDM dan Sarana dan Prasarana memadai dan dapat diandalkan termasuk penggunaan sarana teknologi informasi seperti penggunaan sertifikat elektronik.
            Masalah lainnya adalah adanya materi baru yang belum diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992, yaitu tentang masalah pungutan jasa karantina dan masalah transit alat angkut yang mengangkut Media Pembawa. Penjelasan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan menjelaskan:
            “Ada dua masalah dalam yang secara tegas diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah yaitu masalah pungutan jasa karantina dan masalah transit alat angkut yang mengangkut Media Pembawa”

Dua hal ini mempunyai implikasi yang luas terhadap kepentingan umum atau menyangkut kompetensi dari berbagai kementerian sehingga pelaksanaannya memerlukan koordinasi antar departemen. Aturan hukum yang jelas diperlukan untuk menjaga keutuhan sistem sekaligus melengkapi ketentuanketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang tersebut.





Tugas 3 - Delima /21317514


ANALISIS DAN EVALUASI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BIDANG PERUMAHAN RAKYAT

1.     Analisis dan Evaluasi Horisontal
 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya
Pemanfaatan barang milik Negara/daerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun diatur secara tersendiri di dalam Pasal 19, 20, dan 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UURS). Disebutkan bahwa pemanfaatan BMN/D dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan. Kemudian, UURS juga mengatur bahwa pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terminologi “sewa” dan “kerja sama pemanfaatan” tidak dijabarkan lebih lanjut di dalam UURS.UURS merujuk kedua terminology tersebut kepada peraturan perundangundangan yang ada. Dalam hal ini, undang-undang yang relevan ialah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (PP Pengelolaan BMN/D),

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah (Permendagri 17/2007),Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.06/2012 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara(Permenkeu 33/2012) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK/06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara (Permenkeu 96/2007).

Di dalam PP Pengelolaan BMN/D, “sewa” diartikan sebagai pemanfaatan barang milik Negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Sedangkan, “kerja sama pemanfaatan” diartikan sebagai pendayagunaan barang milik Negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya. Pasal 22 PP Pengelolaan BMN/D mengatur bahwa barang milik Negara/daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan Negara/daerah. Sehubungan dengan pembangunan rumah susun umum, apakah mungkin Negara/daerah memperoleh keuntungan dengan menyewakan BMN/D miliknya kepada pihak ketiga untuk kepentingan rumah susun umum yang notabene dibangun untuk kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah?Jika harga sewa ditetapkan terlalu tinggi, tentunya harga sewa rumah susun umum akan meningkat juga yang pada akhirnya memberatkan pihak penyewa rumah susun umum.Terkait pertanyaan ini, Pasal 21 ayat (3) UURS mengatur bahwa penetapan tarif sewa atas tanah dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin keterjangkauan harga jual sarusun umum bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).Pengaturan pasal ini membuka kemungkinan terjadinya konflik antara kewajiban pemerintah untuk menjalankan ketentuan PP Pengelolaan BMN/D dan kewajiban membantu MBR dengan pembangunan rumah susun umum.

Selanjutnya, Pasal 22 juga mengatur bahwa jangka waktu penyewaan BMN/D paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.Sedangkan, jangka waktu sewa atas tanah di dalam UURS diberikan selama 60 (enam puluh) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian tertulis.Tentunya, perbedaan jangka waktu pengaturan di PP Pengelolaan BMN/D dengan pengaturan di UURS sangat signifikan.Perbedaan pengaturan ini menunjukkan adanya konflik horisontal antara perangkat peraturan perundang-undangan pengelolaan BMN/D dan perangkat peraturan rumah susun.

Pada PP Pengelolaan BMN/D, jangka waktu kerja sama pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. UURS tidak memberikan pengaturan spesifik terhadap jangka waktu kerja sama pemanfaatan, tapi rujukan pasal-pasalnya menunjukkan bahwa jangka waktu kerja sama pemanfaatan untuk pembangunan rumah susun umum diberikan selama 60 (enam puluh) tahun. Hal ini serupa dengan jangka waktu sewa.Seperti terhadap sewa, perbedaan jangka waktu yang diatur dalam PP Pengelolaan BMN/D dengan UURS sangat signifikan. Tentunya, pihak pemerintah akan bingung jangka waktu mana yang akan diikuti mengingat keduanya mengatur obyek yang sama.

Hal lain yang perlu dicermati ialah terkait pengaturan tentang penandatanganan perjanjian tertulis di hadapan pejabat yang berwenang sehubungan dengan sewa dan kerja sama pemanfaatan sebagaimana diatur dalam UURS. Terhadap sewa, Permenkeu 33/2012 mengatur bahwa perjanjian dapat dibuat cukup dengan materai, tidak ada kewajiban untuk membuat akta notarial.Hal ini serupa dengan pengaturan sewa BMD sebagaimana diuraikan pada Permendagri 17/2007. Namun, terhadap kerja sama pemanfaatan, Permenkeu 96/2007 mengatur bahwa perjanjian harus dibuat dalam bentuk akta notarial. Sedangkan, terkait BMD, tidak ada pengaturan bahwa perjanjian kerja sama pemanfaatan dan sewa terhadap BMD harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (“UUPA”)
Pasal 54 ayat (2) huruf b UURS menyebutkan bahwa setiap orang yang memiliki sarusun umum hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Pasal ini tidak jelas.Apakah maksudnya ada pranata hukum baru khusus terhadap rumah susun umum?Namun, di sisi lain, rumah susun

umum dapat didirikan di atas tanah BMN/D ataupun tanah hak biasa. Jika didirikan di atas tanah BMN/D (tidak bersertifikat), maka otomatis status tanahnya sewa atau kerja sama pemanfaatan. Bukti kepemilikan terhadap satuan rumah susun (sarusun) umum tersebut berupa Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG).Jika didirikan di atas tanah hak biasa, maka bukti kepemilikan sarusun umum berupa Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS).SHMSRS mengikuti alas hak atas tanah di bawahnya.Konsep kepemilikan tanah selama 20 (dua puluh) tahun tidak dikenal di dalam UUPA.Dengan demikian, pengaturan di dalam UURS terkait kepemilikan sarusun umum menjadi tidak jelas dan mengacaukan struktur hukum pertanahan yang sudah ada. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 45 ayat (4) UURS mengatur bahwa penguasaan sarusun pada rumah susun komersial dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa.Bagaimana dengan penguasaan sarusun komersial melalui pinjam pakai?Kepemilikan dapat dibuktikan dengan akta jual beli, akta hibah, atau akta waris.Sewa dapat dibuktikan dengan perjanjian sewa.Pinjam pakai juga dapat dibuktikan dengan perjanjian pinjam pakai.Hal pinjam pakai diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerd). Pengaturan pada UURS tidak begitu jelas apakah memang bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya pinjam pakai sarusun, atau sekedar memberikan penjelasan bphn terkait penguasaan sarusun, yang antara lain melalui kepemilikan dan sewa.

2. Analisis dan Evaluasi Vertikal
 a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Definisi Tanah Bersama Pasal 1 angka 4 UURS mengartikan tanah bersama sebagai sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.

Pengertian tanah bersama sejak awal diterbitkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (UU Rusun Lama) memberikan pengertian bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama. Yang perlu dicermati, apakah tanah sewa dapat diartikan sebagai hak bersama?Dalam suatu rumah susun, dikenal pertelaan dan nilai perbandingan proporsional. Nilai perbandingan proporsional adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara sarusun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang dihitung berdasarkan nilai sarusun yang bersangkutan terhadap jumlah nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu pelaku pembangunan pertama kali memperhitungkan biaya pembangunan secara keseluruhan untuk menentukan harga jualnya. Dari pengertian NPP, tanah bersama dianggap sebagai suatu hak bersama.Memang kata “kepemilikan” tidak ada di dalam pengertian “tanah bersama” dan “NPP”. Namun, secara umum telah diketahui bahwa tanah bersama terkait dengan “kepemilikan”, bukan dengan “penguasaan” atau “penggunaan”. Itulah mengapa orang asing tidak dapat memiliki SHMSRS yang dibangun di atas tanah Hak Guna Bangunan (HGB). Sarusun yang dibangun di atas tanah hak tertentu akan mempunyai karakter yang sama dengan alas haknya. Dengan demikian, jelas bahwa tanah bersama sangat terkait dengan “kepemilikan”, bukan dengan “penguasaan”.Oleh karena itu, tanah sewa, yang sesungguhnya bukanlah suatu hak kepemilikan, tidak tepat dianggap sebagai tanah bersama.Hal ini juga bertentangan dengan pengaturan tentang SKBG di UURS yang secara jelas mengatur bahwa SKBG hanya terdiri dari bagian bersama dan benda bersama. SKBG dapat dibangun di atas tanah dengan hak sewa atau kerja sama pemanfaatan. Di satu sisi, UURS memasukkan tanah sewa sebagai tanah bersama, tapi di sisi lain, SKBG tidak meliputi tanah bersama.

Pemanfaatan Rumah Susun
Pasal 50 UURS mengatur bahwa pemanfaatan rumah susun dilaksanakan dengan fungsi hunian atau campuran.Fungsi campuran adalah campuran antara fungsi hunian dan bukan hunian.Bagaimana dengan rumah susun bukan hunian?Apakah dengan pengaturan pasal ini rumah susun dengan fungsi bukan hunian harus dikombinasikan dengan fungsi hunian? Hal ini sangat material dan mempunyai dampak sangat signifikan bagi pembangunan rumah susun ke depan. Pihak pengembang tidak memperoleh kepastian hukum apakah bisa atau tidak bisa membangun condotel (condominium hotel), office tower, trade centre, atau strata mall.Pasal ini perlu dikaji ulang dan diatur menjadi fungsi hunian, fungsi bukan hunian, dan fungsi campuran.

Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun
UURS mengubah terminologi PPRS menjadi PPPSRS.Yang menjadi pertanyaan banyak kalangan, apakah secara hukum PPRS yang telah dibentuk perlu diubah menjadi PPPSRS.Apakah secara otomatis PPRS yang sudah terbentuk menjadi PPPSRS? Jika memang perlu disesuaikan, apakah penggantian nama tersebut perlu juga disahkan oleh Gubernur untuk DKI Jakarta dan Walikota/Bupati untuk daerah lain? Hal ini masih belum jelas dan perlu diatur di dalam peraturan pelaksanaan UURS.

Selain itu, pengaturan terkait hak suara belum diatur secara jelas sehingga menimbulkan distorsi di antara anggota PPPSRS. Pasal 77 mengatur bahwa dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepemilikan dan pengelolaan rumah susun, setiap anggota mempunyai hak yang sama dengan NPP. Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan penghunian rumah susun, setiap anggota berhak memberikan satu suara.Contoh-contoh keputusan terkait kepemilikan, pengelolaan dan penghunian tidak diberikan.Memang pengertian jenis-jenis hak suara tersebut diatur di dalam Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No.6/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta

Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (Kepmenpera 6/1995) di dalam pedoman Anggaran Dasar.Namun, pengertian yang diberikan cenderung overlapping dan tidak mempunyai batasan-batasan yang jelas.Akibatnya, penafsiran di antara pengurus dan anggota-anggota PPPSRS tidak sinkron dan berpotensi menjadi konflik di dalam pengambilan keputusan.Batasan-batasan dan pengertian yang jelas terhadap jenis-jenis hak suara tersebut perlu diperjelas.

UURS juga memperkenalkan adanya mekanisme one man one vote yang berlaku terhadap hak suara penghunian.Jika sarusun tersebut tidak dihuni maka pemilik sarusunsarusun yang kosong tersebut hanya mempunyai satu suara.Pasal ini membuat resah para pengembang karena kemungkinan unit-unit kosong yang belum dihuni cukup besar setelah serah terima unit terjadi dan PPPSRS telah secara hukum dibentuk.Terkait hal ini,ketidakjelasan tentang apa yang menjadi hak suara penghunian menjadi sangat material agar tidak menimbulkan konflik di kemudian hari antara pengembang sebagai fasilitator pembentukan PPPSRS dan para pembeli sarusun yang menjadi anggota-anggota PPPSRS.


Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa di UURS dapat diselesaikan melalui pengadilan atau di luar pengadilan.Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun (Kepmenpera 11/1994), penyelesaian sengketa diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Tentunya, dengan adanya pengaturan ini, maka Kepmenpera 11/1994 perlu disesuaikan, tidak hanya merujuk kepada BANI tapi juga bisa melalui pengadilan di lingkungan peradilan umum.





Tugas 1 - Delima / 21317514


MAKALAH MENGENAI :
HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN



Image result for logo gundar



NAMA : DELIMA CHYNTIA GABRIELLA
NPM : 21317514
KELAS : 3TB06


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN ARSITEKTUR


Hukum Pranata Pembangunan
1.     Definisi dan pengertian HPP
HUKUM adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang – undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam,dsb) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan) ; vonis ; KBBI

PRANATA adalah interaksi antar individu atau kelompok atau kumpulan, pengertian individu dalam satu kelompok dan pengertian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda.

PEMBANGUNAN adalah perubahan individu atau kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.

Jadi, pengertian dari Hukum Pranata Pembangunan adalah peraturan resmi yang mengatur tentang interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.

Dalam arsitektur khususnya Hukum Pranata Pembangunan lebih memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan hidup yang berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan binaan. Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak antar individu yang terkait seperti pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan ruang atau bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim.

Hukum Pranata  Pembangunan memiliki 4 unsur, yaitu:
  1. Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia. Karena manusia merupakan sumber daya paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.
  1. SDA
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan yang mana sebagai sumber utama dalam pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.
  1. Modal
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah. Apabila semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
  1. Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan. Denga n teknologi dapat mempermudah, mempercepat proses pembangunan.

APLIKASI / CONTOH HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN
Aplikasi atau contoh dalam Hukum Pranata Pembangunan seperti Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB adalah  perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan tatanan tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan, sekaligus kepastian hukum. Kewajiban setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan untuk memiliki Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009.

IMB akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan bahwa rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama.
Image result for contoh imb

APLIKASI / CONTOH HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN
1.     Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

2.     CONTOH KERJASAMA DALAM PROYEK PEMBANGUAN
di bawah ini merupakan contoh proyek pembangunan SMK Muhammadiyah klaten

3.     jelaskan tugas masing masing pelaku pembangunan

TUGAS KONSULTAN
Seorang arsitek rumah tentunya sudah di bekali dengan pendidikan, dimana seorang arsitek konsultan harus bisa menjelaskan dengan sejelas jelasnya tentang sebuah desain arsitektur yang di buatnya, alasan alasan mengapa disain arsitektur rumahnya seperti itu? Dan bagaimana mewujudkan desain arsitektur tersebut, apa resiko – resiko dari disain arsitektur rumah tersebut dan alasan – alasan lain yang telah di pikirkan arsitektur konsultan sebelumnya.

Dalam mengerjakan tugasnya seorang jasa arsitek sering di hadapkan oleh berbagai alasan orang memakai jasa si konsultan arsitektur tersebut, dankonsultan desain arsitek rumah tersebut harus membuat hasil karya berdasarkan kondisi awal dari pemberi tugas, misalnya, seorang yang tidak ada masalah dengan biaya, maka biasanya konsultan rumah berangkat membuat Rumah dari disain, tidak ada batasan mengenai biaya, yang penting disain dari si konsultan arsitek sesuai dengan yang di inginkan

Tapi berbeda ketika jasa arsitek di hadapkan oleh pemberi tugas, dimana pemberi tugas memakai jasa arsitektur konsultan berangkat dari buget yang tersedia, atau keterbatasan dana, maka konsultan arsitektur tersebut harus bisa memberikan solusi yang tepat agar impian pemberi tugas tetap bisa terwujud, walaupun dengan konsekwensi konsekwensi tertentu.
Seorang konsultan desain justru akan memberikan gambaran yang sejelas – jelasnya tentang disain dan biaya yang akan dikeluarkan nanti, justru dengan memakai jasa konsultan rumah kita sebisa mungkin menghindari pekerjaan pekerjaan yang nantinya akan menimbulkan pemborosan, bongkar pasang akibat dari perencanaan yang kurang matang sebelumnya, yang jika di bandingkan dengan jasa yang harus di bayar untuk seorang arsitek konsultan justru lebih besar, belum lagi hasil disain yang mungkin kita tidak puas.

Dengan memakai jasa seorang konsultan arsitek, maka kita bisa melihat hasil akhir dari disain dengan bantuan sketsa – sketsa disain atau karena kemajuan teknologi saat ini, kita bisa juga melihat hasil akhir dari disain persis seperti aslinya dengan bantuan animasi komputer.

Kontraktor Pelaksana adalah badan hukum atau perorangan yang ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan proyek sesuai dengan keahliannya.  Atau dalam definisi lain menyebutkan bahwa pihak yang penawarannya telah diterima dan telah diberi surat penunjukan serta telah menandatangani surat perjanjian pemborongan kerja dengan pemberi tugas sehubungan dengan pekerjaan proyek. Pada Proyek ‘tempat penulis kerja praktek’ ini, pemilik proyek (owner) memberikan kepercayaan secara langsung kepada kontraktor pelaksana untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Peraturan dan persetujuan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak diatur dalam dokumen kontrak.

Kontraktor bertanggung jawab secara langsung pada pemilik proyek (owner) dan dalam melaksanakan pekerjaannya diawasi oleh tim pengawas dari owner serta dapat berkonsultasi secara langsung dengan tim pengawas terhadap masalah yang terjadi dalam pelaksanaan. Perubahan desain harus segera dikonsultasikan sebelum pekerjaan dilaksanakan.

Kontraktor sebagai pelaksana proyek tentunya mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya, antara lain adalah sebagai berikut.

TUGAS KONTRAKTOR
Melaksanakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan dan spesifikasi yang telah direncanakan dan ditetapkan didalam kontrak perjanjian pemborongan.
Memberikan laporan kemajuan proyek (progress) yang meliputi laporan harian, mingguan, serta bulanan kepada pemilik proyek yang memuat antara lain:
  1. Pelaksanaan pekerjaan.
  2. Prestasi kerja yang dicapai.
  3. Jumlah tenaga kerja yang digunakan.
  4. Jumlah bahan yang masuk.
  5. Keadaan cuaca dan lain-lain.
Menyediakan tenaga kerja, bahan material, tempat kerja, peralatan, dan  alat pendukung lain yang digunakan  mengacu dari spesifikasi dan gambar yang telah ditentukan dengan memperhatikan waktu, biaya, kualitas dan keamanan pekerjaan.
Bertanggungjawab sepenuhnya atas kegiatan konstruksi dan metode pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan jadual (time schedule) yang telah disepakati.
Melindungi semua perlengkapan, bahan, dan pekerjaan terhadap kehilangan dan kerusakan sampai pada penyerahan pekerjaan.
Memelihara dan memperbaiki dengan biaya sendiri terhadap kerusakan jalan yang diakibatkan oleh kendaraan proyek yang mengangkut peralatan dan material ke tempat pekerjaan.

Kontraktor mempunyai hak untuk meminta kepada pemilik proyek sehubungan dengan pengunduran waktu penyelesaian pembangunan dengan memberikan alasan yang logis dan sesuai dengan kenyataan di lapangan yang memerlukan tambahan waktu.
Mengganti semua ganti rugi yang diakibatkan oleh kecelakaan sewaktu pelaksanaan pekerjaan, serta wajib menyediakan perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan.

TUGAS OWNER
Pemilik proyek atau owner adalah seseorang atau instansi yang memiliki proyek atau pekerjaan dan memberikanya kepada pihak lain yang mampu melaksanakanya sesuai dengan perjanjian kontrak kerja untuk merealisasikan proyek, owner mempunyai kewajiban pokok yaitu menyediakan dana untuk membiayai proyek.:mrgreen: berikut penjelasan mengenai tugas dan wewenang owner dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan.
Tugas pemilik proyek atau owner :
  1. menyediakan biaya perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan proyek.
  2. Mengadakan kegiatan administrasi proyek.
  3. Memberikan tugas kepada kontraktor atau melaksanakan pekerjaan proyek.
  4. Meminta pertanggung jawaban kepada konsultan pengawas atau manajemen konstruksi ( MK )
  5. Menerima proyek yang sudah selesai dikerjakan oleh kontraktor.
Wewenang yang dimiliki pemilik proyek atau owner :
  1. Membuat surat perintah kerja ( SPK )
  2. Mengesahkan atau menolak perubahan pekerjaan yang telah direncanakan.
  3. Meminta pertanggungjawaban kepada para pelaksana proyek atas hasil pekerjaan konstruksi.
Memutuskan hubungan kerja dengan pihak pelaksana proyek yang tidak dapat melaksanakan pekerjaanya sesuai dengan isi surat perjanjian kontrak. misalnya pelaksanan pembangunann dengan bentuk dan material yang tidak sesuai dengan RKS.

Dalam melaksanakan pembangunan seorang pemilik proyek dapat meminta konsultan pengawas atau manajemen konstruksi untuk mengatur agar proyek dapat berjalan dengan baik, sehingga owner tidak perlu repot memantau setiap saat dan secara detail tentang bangunan yang dibangun. namun owner dapat membuat jadwal rapat mingguan atau bulanan untuk membahas proyek agar sesuai dengan cita-cita dan keinginan yang diharapkan pemilik proyek. misalnya suatu kali owner menginginkan adanya perubahan desain dalam hal tambah kurang pekerjaan seperti penambahan ruangan atau pengurangan bentuk bangunan pada bagian tertentu namun tetap berpedoman pada kontrak kerja konstruksi yang dibuat bersama kontraktor sebelum memulai kegiatan pelaksanaan pembangunan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

Dalam memilih kontrakor mana yang akan diajak bekerja sama dalam membangun sebaiknya menyesuaikan kualitas dan grade kontraktor agar dapat mewujudkan bangun berkualitas maksimal, harga murah dan dalam waktu yang cepat. proses tendher atau lelang proyek dapat dilakukan untuk dapat memilih kontraktor terbaik yang akan dipilih untuk menyelesaikan pembangunan









Sumber :




Minggu, 07 Juli 2019

Wawasan Nusantara 4 - Delima

Wawasan Nusantara 4

A.   Asas, Arah Pandang Wawasan Nusantara
   
Asas Wawasan Nusantara

Asas Wawasan Nusantara merupakan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara, dan diciptakan demi tetap taat dan setianya komponen pembentuk bangsa Indonesia (suku bangsa atau golongan) terhadap kesepakatan bersama. Harus disadari bahwa jika asas wawasan nusantara diabaikan, komponen pembentuk kesepakatan bersama akan melanggar kesepakatan bersama tersebut, yang berarti bahwa tercerai-berainya bangsa dan negara Indonesia.
Asas wawasan nusantara terdiri atas: kepentingan yang bersama, tujuan yang sama, keadilan, kejujuran, solidaritas, kerjasama, dan kesetiaan terhadap ikrar atau kesepakatan bersama demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan.
Adapun rincian dari asas tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Kepentingan yang sama.
Ketika menegakkan dan merebut kemerdekaan, kepentingan bersama bangsa Indonesia adalah menghadapi penjajahan secara fisik dari bangsa lain. Sekarang bangsa Indonesia harus menghadapi jenis “penjajahan” yang berbeda dari negara asing. Misalnya, kehidupan dalam negeri bangsa Indonesia mendapat tekanan dan paksaan baik secara halus maupun kasar dengan cara adu domba dan pecah-belah bangsa dengan menggunakan dalih HAM, demokrasi, dan lingkungan hidup. Sementara itu tujuan yang sama adalah tujuan yang tercapainya kesejahteraan dan rasa aman yang lebih baik daripada sebelumnya.

2.      Keadilan.
Yang berarti bahwa kesesuaian pembagian hasil dengan andil, jerih payah usaha, dan kegiatan-kegiatan baik orang-perorangan, golongan, kelompok, maupun daerah.

3.      Kejujuran.
Yang berarti keberanian berfikir, berkata, dan bertindak sesuai realita serta ketentuan yang benar biarpun realita atau ketentuan itu pahit dan kurang enak dengarnya. Demi kebenaran dan kemajuan bangsa dan negara, hal ini harus dilakukan.

4.      Solidaritas.
Yang berarti bahwa diperlukan rasa setia kawan, mau memberi dan berkorban bagi orang lain tanpa meninggalkan ciri dan karakter budaya masing-masing.

5.      Kerjasama
Kerjasama berarti adanya koordinasi, saling pengertian yang didasarkan atas kesetaraan kerja kelompok, baik kelompok yang kecil maupun kelompok yang besar dapat dicapai demi terciptanya sinergi yang lebih baik.

6.      Kesetiaan.
Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama untuk menjadi bangsa dan mendirikan negara Indonesia, yang dimulai dengan dicetuskannya dan dirintis oleh Budi Utomo pada tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, dan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama ini sangatlah penting dan menjadi tonggak utama terciptanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan. Jika kesetiaan terhadap kesepakatan bersama ini goyah apalagi ambruk, dapat dipastikan bahwa persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan bangsa Indonesia akan berantakan pula. Ini berarti hilangnya negara kesatuan Indoneia.

Arah Pandang Wawasan Nusantara

1.      Arah Pandang
Dengan latar belakang budaya, sejarah, kondisi, konstelasi geografi, dan perkembangan lingkungan strategis, arah pandang Wawasan Nusantara meliputi arah pandang ke dalam dan ke luar. 

2.      Arah Pandang ke Dalam 
Arah pandang ke dalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek alamiah mau pun aspek sosial. Arah pandang ke dalam mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan harus mengupayakan tetap terbina dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan.

3.      Arah Pandang ke Luar
Arah pandang ke luar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang serba berubah maupun kehidupan dalam negeri serta dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, serta kerja sama dan sikap saling hormat menghormati.
Arah pandang ke luar mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasionalnya, bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan demi tercapainya tujuan nasional sesuai dengan yang tertera pada Pembukaan UUD 1945.  

B.    Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara

Kedudukan Wawasan Nusantara

a.       Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Nasional bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian, Wawasan Nusantara menjadi landasan visional dalam menyelenggarakan kehidupan nasional.
b.      Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai berikut:
·         Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan
·         Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landas konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.
·         Wawasan Nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan
·         Ketahanan Nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
·         GBHN sebagai politik dan strategi nasional atau sebagai kebijaksanaan dasar nasional, berkedudukan sebagai landasan.

Paradigma di atas perlu dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. Paradigma nasional ini secara struktural dan fungsional mewujudkan keterkaitan hierarkis piramidal dan secara trumental mendasari kehidupan nasional yang berdimensi kehidupan bermasyarakat, bethangsa, dan bernegara. Hierarki paradigma nasional dapat digambarkan seperti di halaman (91).

Fungsi Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputus-an, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Tujuan Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah. 
Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan individu, kelompok, suku bangsa, atau daerah. Kepentingan-kepentingan tersebut tetap dihormati, akui, dan dipenuhi, selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat banyak. 
Nasionalisme yang tinggi di segala bidang kehidupan demi tercapainya tujuan nasional tersebut merupakan pancaran dari makin meningkatnya rasa, paham, dan semangat kebangsaan dalam jiwa bangsa Indonesia sebagai hasil pemahaman dan penghayatan Wawasan Nusantara.

C.   Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara dengan Adanya Era Baru Kapitalisme

Dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan individu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan dalam bernegara sedang mengalami perubahan. Dan kita juga menyadari bahwa faktor utama yang mendorong terjadinya proses perubahan tersebut adalah nilai-nilai kehidupan baru yang dibawa oleh negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya.
Apabila kita menengok sejarah kehidupan manusia dan alam semesta, perubahan dalam kehidupan itu adalah suatu hal yang wajar, alamiah. Dalam dunia ini, yang abadi dan kekal itu adalah perubahan.
Berkaitan dengan Wawasan Nusantara yang sarat dengan nilai-nilai budaya bangsa dan dibentuk dalam proses panjang sejarah perjuangan bangsa, apakah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan kesatuan itu akan hanyut tanpa bekas atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai global yang menantang Wawasan Persatuan Bangsa? Tantangan itu antara lain adalah: pemberdayaan rakyat yang optimal, dunia yang tanpa batas, era baru kapitalime, dan kesadaran warga negara.

1.      Pemberdayaan Masyarakat 
a.       John Naisbit
Dalam bukunya Global Paradox, ia menulis “To be a global powers, the company must give more role to the smallest part.” Pada intinya, Global Paradox memberikan pesan bahwa negara harus dapat memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya.
Pemberdayaan masyarakat dalam arti memberikan peran dalam bentuk aktivitas dan partisipasi masyarakat untuk mencapai tujuan nasional hanya dapat dilaksanakan oleh negara-negara yang sudah maju yang menjalankan Buttom up Planning.
Sedangkan negara-negara berkembang, seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia, masih melaksanakan program Top Down Planning karena keterbatasan kualitas SDIV. Karena itu, NKRI memerlukan Iandasan operasional berupa GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara).

b.      Kondisi Nasional.
Pembangunan Nasional secara menyeluruh belum merata, sehingga masih ada beberapa daerah yang tertinggal pembangunannya sehingga menimbulkan keterbelakangan aspek kehidupannya. Kondisi tersebut menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial di masyarakat.
Apabila kondisi ini berlarut-larut,masyarakat di beberapa daerah tertinggal akan berubah pola pikir, pola sikap, dan pola tindaknya, mengingat mereka sudah tidak bere daya dalam aspek kehidupannya. Ha1 ini merupakan ancaman bagi tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat, perlu ada prioritas utama pembangunan daerah tertinggal agar masyarakat dapat bere peran dan berpartisipasi aktif dalampembangunan di seluruh aspek kehidupan, yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Pesan Global Paradox dan kondisi nasional mengenai pemberdayaan rnasyarakat di atas dapat rnenjadi tantangan Wawasan Nusantara. Pemberdayaan untuk kepentingan ralcyat banyak perlu mendapat priori utama mengingat tas Wawasan Nusantara memiliki makna persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan untuk lebih mempererat kesatuan bangsa.

2.      Dunia Tanpa Batas

a.       Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknoloi).
Perkembangan global saat ini san g gat maju dengan pesat. Dengan perkembangan IPTEK yang sangat modern, ldiususnya di bidan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi, dunia seakaneakan sudah menyatu menjadi kampung sedunia.
Dunia menja di transparan tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian bere dampak pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan dapat mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak seluruh masyarakat Indonesia.

Keterbatasan kualitas SDM Indonesia di bidang IPTEK merupakan tantangan serius, mengingat penguasaan IPTEK merupakan nilai tambah untuk berdaya. saing di percaturan global.

b.      Kenichi Omahe dengan dua bukunya yang terkenal Borderless World dan The End of Nation State mengatakan bahwa dalam perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah negara dalam arti geografi dan politik relatif masih tetap, namun kehidupan dalam satu negara tidak mungkin dapat membatasi kekuatanglobal yang berupa informasi, investasi, industri, dan konsumen yang makin individualistis.
Kenichi Omahe juga memberikan pesan bahwa untuk dapat menghadapi kekuatan global, suatu negara harus mengurangi peranan pemerintah pusat dan lebih memberikan peranan kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
Dengan memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah daerah, pemerintah memberikan kesempatan berpartisipasi yang lebih luas kepada seluruh masyarakat. Apabila masyarakat banyak yang terlibat dalam upaya pembangunan, hasilnya akan lebih meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa dalam percaturan global.

Perkembangan IPTEK dan perkembangan masyarakat global. yang berkaitan dengan dunia tanpa batas merupakan tantangan Wawasan Nusantara karena perkembangan tersebut akan dapat mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak masyarakat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

3.      Era Baru Kapitalisme

a.       Sloan dan Zureker
Dalam bukunya Dictionary of Economics, dua penulis ini menyebutkan bahwa kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi berdasarkan hak milik swasta atas macam-macam barang dan kebebasan individu untuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain, untuk berkecimpung dalam aktivitas ekonomi yang dipilihnya sendiri berdasarkan kepentingannya sendiri, dan untuk mencapai laba bagi cifrinya sendiri.
Di era baru kapitalisme, sistem ekonomi untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan aktivitas secara luas dan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat memerlukan strategi baru, yaitu adanya keseimbangan.

b.      Lester Thurow
Di dalam bukunya The Future of Capitalism, ia menegaskan antara lain bahwa untuk dapat bertahan dalam era baru kapitalisme, kita harus membuat strategi baru, yaitu keseimbangan antara paham individualis dan paham sosialis.
Era baru kapitalisme tidak terlepas dari globalisasi, di mana negara-negara kapitalis, yaitu negara-negara maju berusaha mempertahankan eksistensinya di bidang ekonomi dengan menekan negara-negara berkembang melalui isu global yang mencakup demokratisasi, HAM (Hak Asasi Manusia), dan lingkungan hidup.
Strategi baru yang ditegaskan oleh Lester Thurow pada dasarnya telah tertuang dalam nilai-nilai faisafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila yang mengamanatkan kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang antara individu, masyarakat, bangsa, serta semesta dan penciptanya.

Dari uraian di atas tampak bahwa kapitalisme yang semula dipraktekkan untuk keuntungan diri sendiri kemudian berkembang menjadi strategi baru guna mempertahankan paham kapitalisme di era globalisasi dengan menekan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, melalui isu global. Hal ini sangat perlu diwaspadai karena merupakan tantangan bagi Wawasan Nusantara.

4.      Kesadaran Warga Negara

a.       Pandangan Bangsa Indonesia tentang Hak dan Kewajiban.
Bangsa Indonesia melihat hak tidak terlepas dari kewajiban. Manusia donesia, baik sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat, mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Hak dan kewajiban dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan. Tiap hak mengandung kewajiban dan demikian pula sebaliknya. Kedua-duanya merupalcan dua sisi dari satu mata uang yang sama. Negara kepulauan Indonesia yang menganut paham Negara Kesatuan menempatkan kewajiban di muka. Kepentingan umum masyarakat, bangsa, dan negara harus lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi atau golongan.

b.      Kesadaran Bela Negara.
Pada waktu merebut dap mempertahankan kemerdekaan, Indonesia menunjukkan kesadaran bela negara yang optimal, di mana seluruh rakyat bersatu padu berjuang tanpa mengenal perbedaan, pamrih dan sikap menyerah yang timbul dari jiwa heroisme dan patriotisme karena perasaan senasib sepenanggungan dan setia kawan dalam perjuangan fisik mengusir penjajah.
Dalam mengisi kemerdekaan, perjuangan yang dihadapi adalah perjuangan non fisik yang mencakup seluruh aspek kehidupan, khususnya dalam memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi dan nepotisme, dan dalam menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas SDM, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Di dalam perjuangan non fisik, kesadaran bela negara mengalami penurunan yang tajam apabila bandingkan dengan perivangan fisik. Hal ini tampak dari kurangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan adanya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI sehingga mengarah ke disintegrasi bangsa.

D.   Keberhasilan Implementasi Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara perlu menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap dan bertindak dalam rangka menghadapi, menyikapi, dan menangani permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang beroriantasi kepada kepentingan rakyat dan keutuhan wilayah tanah air. Wawasan Nusantara juga perlu diimplementasikan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta dalam upaya menghadapi tantangan – tantangan dewasa ini. Karena itu, setiap warga negara Indonesia perlu memiliki kesadaran untuk :
1.      Mengerti, memahami, dan menghayati hak dan kewajiban warga negara serta Hubungan warga negara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara.
2.      Mengerti, memahami, dan menghayati bahwa di dalam menyelenggarakan    kehidupannya negara memerlukan Konsepsi Wawasan Nusantara, sehingga sadar          sebagai warga negara yang memiliki Wawasan Nusantara guna mencapai cita – cita     dan tujuan nasional.
3.      konsepsi wawasan nusantara sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki    cara pandang.
Untuk mengetuk hati nurani setiap warga negara Indonesia agar sadar bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, diperlukan pendekatan dengan program yang teratur, terjadwal, dan terarah. Hal ini akan mewujudkan keberhasilan dari implementasi Wawasan Nusantara.

   
Daftar Pustaka :
·         http://evisusanti1.blogspot.com/

Tugas 4 - Delima / 21317514